Minggu, 03 Februari 2013

Ekonomi Pancasila

Mubyarto
DENGAN EKONOMI PANCASILA MENYIASATI GLOBALISASI

The success of Indonesia’s economic policies confirmed the idea that, as much as possible, economic policies should be insulated from undue political influence. Moreover, experience has demonstrated that alternative schools of economic policy making, including communism, socialism, and even “supply side economics”, in the long run have all failed. In the meantime the field of neo-classical economics is progressing steadily. It is here that policy making should seek guidance in creating economic policies (Radius Prawiro, 1998:335)
In this precarious state, the government took the bold move of removing all restrictions on the flow of capital into and out of the country. Indonesia’s laws governing the flow of capital thus became some of the most liberal in the world, more so even than those of many of the most developed countries (Radius Prawiro, 1998:290).
Neo-Liberalism, in its extreme or revised form, presents us with a view of the world in which there are only two choices, an economy organized by markets or an economy organized by a dictatorial –or at best inept and inefficient- statist bureaucracy (Mac Ewan 1999:11)

Pendahuluan
Globalisasi mempunyai 2 pengertian pertama, sebagai deskripsi/definisi yaitu proses menyatunya pasar dunia menjadi satu pasar tunggal (borderless market), dan kedua, sebagai “obat kuat” (prescription) menjadikan ekonomi lebih efisien dan lebih sehat menuju kemajuan masyarakat dunia. Dengan dua pengertian ini jelas bahwa menurut para pendukung globalisasi “tidak ada pilihan” bagi setiap negara untuk mengikutinya jika tidak mau ditinggalkan atau terisolasi dari perekonomian dunia yang mengalami kemajuan sangat pesat.
Benarkah pilihannya hanya dua sebagaimana dikemukakan paham Neo-liberalisme? Benarkah tak ada hak sama sekali bagi setiap negara untuk “berbeda” dengan menerapkan sistem ekonomi yang sesuai sistem nilai dan budaya negara-negara bersangkutan? Arthur Mac Ewan membantah keras pandangan “tidak ada pilihan” ini dengan secara tegas menyatakan:
Contrary to the claims of its proponents, there are alternatives to the neo-liberalism course, and these alternatives are far preferable in term of immediate and long term consequences (Mac Ewan 1999:8)
Lebih tegas lagi pernyataan James Petra dan Henry Veltmeyer dalam Globalization Unmasked bahwa “globalization is neither inevitable nor necessary” (Petras & Veltmeyer 2001:12)
Hikmah Krisis Moneter
Orang Indonesia selalu berhasil menyatakan “untung” atas berbagai musibah. Maka, adakah alasan orang menyatakan “untung ada krismon”? Ternyata dalam segala kesusahan menghadapi globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan investasi, bahkan termasuk meledaknya “bom Bali”, orang Indonesia masih mampu menyebutkan aspek keuntungannya. Seorang rekan ekonom dari AS menulis “A less globalized world might be better for Indonesia”! Jadi tanpa Indonesia susah-susah melawan serangan dahsyat globalisasi, krismon dan Bom Bali telah membantu Indonesia “mengusir atau mengurangi tekanan globalisasi” yang memang lebih merugikan ketimbang menguntungkan ekonomi Indonesia. Terhadap kekuatan-kekuatan “anti globalisasi” ini para pendukung globalisasi  berusaha dan berhasil mengundang IMF untuk memperkuat barisan. Kini yang terjadi adalah pergulatan (ilmiah dan ideologis) antara dua kekuatan yaitu mereka yang mendukung dan yang menentang globalisasi.
Kesimpulan kita  di Indonesia tidak bisa lain, “jangan-jangan” krismon dan Bom Bali merupakan “Petunjuk Tuhan” bahwa globalisasi dan liberalisasi yang jelas-jelas merugikan sebagian besar rakyat Indonesia kenyataannya memang telah berjalan terlalu cepat sehingga “atas kehendak Tuhan”, krismon dan bom Bali “diturunkan” untuk memperingatkannya dan mengeremnya.
The region  and the entire world need to carefully think through whether globalization has proceeded at too fast a pace for national societies, particularly developing ones, to make needed adjustments without undue dislocation and economic pain. (Morrison & Hadi Soesastro. 1998:23)

Liberalisasi Perbankan 1983-88
Jika kita baca dan renungkan kembali kekagetan Radius Prawiro tentang telah menjadi terlalu liberalnya peraturan masuk dan keluar modal ke dan dari Indonesia sejak pertengahan delapan puluhan, ketika yang bersangkutan menjabat Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Menko Ekuin, maka jelas telah terjadi  gerakan  tak terkendali  dari liberalisasi dan globalisasi di negara kita. Jika diingat bahwa jumlah bank di Indonesia sebelum Pakto 88 hanya sekitar 100 buah, yang meningkat lebih 2 kali menjadi 240 bank pada tahun 1995, maka  pengurangan jumlah  Bank menjadi kurang dari  100 bank dewasa ini hanya  mengkonfirmasi pertumbuhan jumlah bank yang kebablasan tersebut. Memang tepat yang  pernah dikatakan David Cole dan Betty Slater (Building a Modern Financial System, 1996) bahwa sebenarnya di Indonesia bukannya terlalu banyak Bank, tetapi “terlalu banyak Bank yang tidak diawasi perkembangannya”. Ini berarti bahwa ketika banyak bank mengalami kesulitan likuiditas pada saat-saat awal krismon, kesalahan tidak sepenuhnya dapat ditimpakan kepada bank-bank itu tetapi juga pada Bank Indonesia (dan Departemen Keuangan) yang telah membiarkan perbankan berkembang “liar” tanpa pengawasan. Itulah sebabnya mengapa pemerintah dan Bank Indonesia memutuskan pemberian BLBI yang “royal” itu untuk “menebus dosa”, meskipun tanpa disadari justru kebijakan ini telah menjadi perangkap baru yang akhirnya “menyandera” kebijakan ekonomi pemerintah secara berkelanjutan. 

Menyiasati Globalisasi
Krismon 1997 dan sampai tingkat tertentu ledakan “bom Bali” adalah “bom waktu” buatan  Indonesia sendiri, karena proses liberalisasi dan globalisasi telah dibiarkan berlangsung “kebablasan”, karena kita mengira sistem ekonomi kapitalis liberal (sistem pasar bebas ala Neoklasik ortodok) adalah satu-satunya sistem ekonomi yang cocok untuk dipakai dan diterapkan di Indonesia. Jika kita sadari dan percaya bahwa Pancasila adalah ideologi yang telah menyatukan bangsa hingga mampu membebaskan Indonesia dari 350 tahun penjajahan, maka Pancasila pastilah dapat diandalkan sebagai sumber ideologi untuk menyusun sistem ekonomi nasional. Jika perasan Pancasila adalah asas gotong-royong atau asas kekeluargaan, maka tepat sekali bunyi ayat 1 pasal 33 UUD 45 bahwa:
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Dalam asas kekeluargaan terkandung pengertian demokrasi ekonomi, yaitu produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang.
Demikian “serangan” globalisasi tidak perlu kita takuti selama kita setia menggunakan Pancasila sebagai ideologi pegangan kehidupan bangsa. Sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi moralistik, manusiawi, nasionalistik, dan kerakyatan, yang akan mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penutup
Jika orang menyatakan globalisasi tak terelakkan, hendaknya kita tidak bersikap pasrah dan menerima begitu saja “aturan main” yang dibuat “mereka”. Jika aturan main yang dipakai adalah “sistem Ekonomi Pancasila”, maka aturan main “kita” inilah yang harus kita pakai sebagai pegangan hubungan-hubungan ekonomi dengan kepentingan-kepentingan ekonomi luar negeri dan bukan aturan main “mereka”.
Globalisasi bukan hal baru bagi Indonesia karena sejak abad-abad awal penjajahan (17-18) rempah-rempah dan komoditi-komoditi pertanian Indonesia sudah “diglobalisasikan” (globalisasi tahap I ). Selanjutnya globalisasi tahap II ( sistem taman paksa 1830-1870) dan sistem kapitalis liberal ( pasca 1870 ) lebih jauh lagi “mengglobalkan” komoditi-komoditi pertanian Indonesia (terutama gula dan tembakau) sehingga “Hindia Belanda” menjadi terkenal sebagai sumber komoditi-komoditi tropik ini. Kini pada globalisasi tahap III (sejak medio delapan puluhan) Indonesia yang sudah menjadi negara merdeka tentulah tidak perlu was-was asal berani dan percaya diri dengan kepala tegak menetapkan aturan main “kita” untuk dipakai sebagai pegangan hubungan-hubungan ekonomi “kita” dengan “mereka”.


________________________________________
Oleh: Prof. Dr. Mubyarto -- Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM.
Makalah untuk diskusi terbatas PUSTEP-UGM dan FORTAGAMA, 17 Januari 2003
Mohtar Mas'oed
PERPOLITIKAN UNTUK MENDUKUNG EKONOMI ALTERNATIF?
 
“….. the discipline (of economics) become progressively more narrow at precisely the moment when the problems demanded broader, more political, and social insights …." [1]
[1] Abert O. Hirschman, Essays in Trespassing: Economics to Politics and Beyond (Cambridge: Cambridge University Press, 1981). Hal. v.
Kutipan di atas adalah keluhan seorang ilmuwan ekonomi senior yang jengkel terhadap kecenderungan “myopic” dalam disiplin ilmunya. Yaitu, ketika masyarakat sedang memerlukan jawaban yang melibatkan berbagai dimensi kehidupan, ilmuwan ekonomi datang dengan resep ekonomis-teknis. Ketika dihadapkan pada persoalan pengangguran dan kemiskinan yang semakin meluas, yang diajukan adalah usulan pembenahan mekanisme pasar. Seolah-olah, kalau mekanisme pasar berlangsung bebas dari gangguan campur tangan pemerintah, maka semua persoalan itu akan dengan mudah diselesaikan.
Untuk memahami konteks kejengkelan itu kita perlu menengok kembali perdebatan yang selama ini berlangsung antara dua kubu pendekatan: liberal neoklasik dan ekonomi-politik. Yang pertama adalah pendekatan (teoritis-cum-ideologis) yang mendominasi wacana mengenai pembangunan ekonomi di kalangan pemerintah Indonesia, terutama sejak Orde Baru. Sedangkan yang kedua adalah yang berkembang di kalangan oposisi.

Liberalisme Neo-Klasik versus Ekonomi-Politik Klasik
Menurut pendukung pendekatan liberal neo-klasik (yang sejak 1980-an dikenal juga dengan nama “neo-liberalisme”), isyu pokok yang ditangani ilmu ekonomi adalah bagaimana menciptakan atau meningkatkan kekayaan atau kemakmuran materiil. Karena itu, pembangunan ekonomi adalah upaya akumulasi kapital; yang keberhasilannya diukur dengan produk nasional bruto tahunan. Dalam proses itu, semua yang membantu akumulasi kapital harus digalakkan; yang tidak membantu dipersilahkan minggir.
Bagaimana cara mencapai tujuan itu? Proses akumulasi kapital itu diorganisasikan melalui mekanisme transaksi atau pertukaran dalam pasar. Dengan demikian, ilmu ekonomi berkembang menjadi ilmu pertukaran. Yang menjadi pusat perhatian adalah kegiatan produktif yang melalui transaksi pasar, sedangkan yang tidak melalui transaksi pasar tidak dianggap penting. Akibatnya, hasil kerja petani yang menanam padi untuk dikonsumsi sendiri tidak dicatat sebagai kegiatan ekonomi, dan tidak termasuk dalam perhitungan produk domestik bruto, karena tidak melibatkan transaksi pasar. Begitu juga, hasil kerja wanita yang produktif dalam menjalankan pekerjaan rumah tangga tidak dihargai dalam perhitungan haril kerja nasional itu karena, sekali lagi, tidak melibatkan transaksi pasar.
Bagaimana karakter metodologi yang dikembangkan dalam ilmu ekonomi liberal? Yang menonjol adalah positivisme dan saintisme. Metodologi ini mendukung cara pandang yang memusat pada persoalan materiil, yang empirik dan kasat-indera; mengutamakan variable yang bisa diukur (“Yang tidak terukur, tidak bisa dianalisis”). Akibatnya, banyak persoalan penting yang bersifat normatif diabaikan. Bahkan pendukung metodologi ini cenderung bersikap netral terhadap nilai-nilai etika dan moral, seperti keadilan. Karena itu, tidak mengherankan kalau persoalan pokok yang dibahas oleh para pembuat kebijakan yang berpikir atas dasar ilmu pengetahuan positivistik itu adalah persoalan bagaimana “memperbesar kue nasional”. Terutama bagaimana meningkatkan kekayaan dan kemakmuran materiil melalui penggalakan transaksi di pasar. Yaitu, akumulasi kapital melalui pasar. Dan ukuran keberhasilannya juga berujud prestasi dalam mendoronf pertumbuhan kapital.
Ideologi yang mendasari ilmu ekonomi liberal itu juga mengajukan asumsi khas tentang hakeket manusia. Yaitu, manusia dipandang semata-mata sebagai “makhluk ekonomi” yang berperilaku seperti “utility-maximizing machine” (mesin yang berfungsi memaksimalkan keuntungan) dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Manusia dianggap banya akan bergerak kalau kepadanya ditunjukkan “iming-iming” yang sifatnya materiil. Karena itu sering muncul anggapan bahwa asal perutnya kenyang orang akan mudah diatur. Inilah yang mendasari munculnya kebijakan publik yang dalam praktek membanjiri warga masyarakat dengan kepuasan materiil, dengan harapan kepuasan itu akan menimbulkan ketenangan. Yang dilupakan adalah perilaku manusia tidak hanya dituntun oleh rasionalitas, tetapi juba oleh filantrofi, moralitas dan pertimbangan etika.
Terakhir, pendekatan liberal neo-klasik itu juga mengembangkan sikap yang khas mengenai organisasi dan lembaga sosial. Seperti sudah tersirat di atas, lembaga sosial yang paling diutamakan adalah pasar, sedangkan organisasi dan lembaga sosial lain dianggap “given”. Yang paling penting adalah mekanisme pasar. Karena itu, mereka yang memiliki modal dan melibatkan diri dalam kegiatan pasar akan menentukan apa yang akan terjadi dalam proses ekonomi. Apa peran negara? Negara berperan mendefinisikan dan melindungi hak milik dan menciptakan lingkungan yang mendukung bekerjanya pasar.
Yang menarik adalah pandangan kaum ekonom liberal  mengenai keluarga. Dalam ideologi ini, keluarga (rumah tangga) dipandang sebagai lembaga sosial yang berperan ganda. Pertama, sebagai rumah tangga yang berfungsi sebagai mesin yang diprogram untuk memaksimalkan kepuasan dengan mengkonsumsi barang yang diproduksi secara massal oleh perusahaan (yang juga berperan sebagai mesin yang diprogram untuk memaksimalkan keuntungan). Karena itu tiap hari rumah tangga kita dibombardir dengan iklan yang menawarkan berbagai jenis barang dan jasa yang seringkali tidak jelas manfaatnya. Semakin getol rumah tangga mengkonsumsi barang dan jasa itu, semakin “maju” ekonomi itu, demikian argumennya.
Kedua, rumah tangga juga berfungsi sebagai produsen input abstrak yang disebut “tenaga kerja”. Cara menyebut tenaga kerja dengan sebutan “sumberdaya manusia” juga memuat unsur ideologi kapitalistik itu. Istilah ini sebenarnya muncul dalam lingkungan pabrik. Di sana bisa ditemui mesin (sumberdaya fisik) dan manusia yang menanganinya (sumberdaya manusia). Status keduanya pada dasarnya disamakan, yaitu sebagai sumberdaya. Karena itu upaya memenuhi keperluan buruh seringkali berujud upaya memenuhi kebutuhan manusia ssebagai sumberdaya, bukan sebagai manusia utuh. Sebagai sumberdaya, manusia memerlukan ketrampilan, lapangan kerja, upah minimum yang memadai, dan sebagainya. Karena semata-mata dipandang sebagai sumberdaya, bukan sebagai manusia utuh, ia dianggap tidak memerlukan pemenuhan hak sebagai manusia utuh, misalnya hak untuk berserikat dan hak-hak lain demi pengembangan identitas dirinya.
Sementara itu, di sisi lain, ada pendekatan alternatif yang sebenarnya memiliki akar sejarah yang lebih jauh ke belakang, dengan argumen yang bertentangan dengan gagasan di atas, yang disebut “ekonomi-politik klasik”. Yang menjadi fokus perhatian pendekatan ini bukanhanya bagaimana kemakmuran ditingkatkan, tetapi juga bagaimana produksi dan konsumsi itulah yang sangat menentukan “who get what, when, how and how much”. Persoalan yang hanya bisa dipahami melalui pendekatan yang menggabungkan  ekonomi debgab dimensi-simensi  osial laiinnya.
Berbeda dengan pendekatan liberal, ekonomi-politik mengandalkan metodologi yang mempertimbangkan nilai-nilai etika dan moral. Melalui metode impretivis dan instrokpetif, ekonomi politik  mempelajari bukan hanya bagaimana mambuat individu menjadi makmur, tetapi yang lebih penting adalah menemukan penyelesaian bagi masalah kemiskinan dan perbaikan kondisi hidup manusia.
Mengenai hakekat manusia, pendukung pendekatan ekonomi-politik klasik yakin bahwa perilaku manusia tidak hanya dituntun oleh rasionalitas, tetapi juga oleh filantrofi, moralitas dan pertimbangan etika. Kepentingan manusia tidak hanya memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi juga diimbangi dengan rasa tanggungjawab sosial. Pasar, menurut pendekatan ekonomi-politik, bukan lembaga sosial yang paling penting. Banyak proses produksi yang ditentukan oleh lembaga-lembaga sosial lain, seperti keluarga dan birokrasi. Di Indonesia, misalnya, proses produksi beras, gula, baja, semen, mobil, dan berbagai produk penting lain tidak bertumpu pada mekanisme pasar. Di masa Orde Baru, beberapa melalui keputusan birokratik; beberapa yang lain melalui pertemuan keluarga presiden. Karena itu, yang diutamakan oleh pendekatan ekonomi-politik adalah peran lembaga sosial dan politik, kekuasaan, dan manifesto sosio-kultural dalam kehidupan ekonomi. Dalam praktek, lembaga-lembaga itu memang sering dipakai oleh banyak orang untuk memproduksi kemakmuran.

Memahami Pak Muby
Dalam konteks perdebatan dikotomis di atas, buku kecil berjudul “A Development Alternative for Indonesia” yang ditulis Prof. Mubyarto dan Prof Daniel Bromley mencerminkan keberpihakan pada yang kedua. Pertama, analisis dalam buku itu memusatkan pada masalah pengorganisasian sosial-politik proses produksi. Seperti dikatakan oleh kedua ilmuwan itu:
It is our contention that development will be sustainable if and only if it leads to new settings and circumstances that will enhance the emergence and persistence of new economic opportunities for the large mass of individuals … (Such) new policies ….represent the conscious modification in the specifics of prevailing economic institutions. Such innovations in the public policy always bring together a consideration of three essential elements __ethics, economics, and the law. [2]
[2] Mubyarto dan Daniel W. Bromley, A Development Alternative for Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002), hal. 9
Mengikuti logika argumen di atas. Yang diperlukan oleh para usahawan menengah dan kecil, petani plasma, buruh, dan berbagai aktor lain dalam perekonomian rakyat adalah suatu “enabling setting” yang memungkinkan mereka untuk berkembang. “Setting” itu bisa berujud kebijakan politik, ekonomi maupun hukum. Kedua, buku ini juga mengembangkan argumen dan diwarnai oleh isyu normatif. Persoalan etika ditekankan. Peroalan keadilan dijadikan ukuran pokok dan dibahas dengan penuh empati. Sebagai bagian dari proklamasi kelahiran Pusat Studi Ekonomi Pancasila, buku itu jelas mengungkapkan kecenderungan normatifnya, yaitu pemihakan pada ekonomi kerakyatan. Ketiga, analisis dalam buku ini adalah buah dari olah pikir yang eklektik, bersedia memanfaatkan metodologi dan metode yang relevan. Penulis buku itu memanfaatkan kerangka analisis sosiologis, antropologis, filsafat, politik, dan disiplin sosial lain dengan terbuka. Seperti dikatakan oleh Prof. Sartono Kartodirdjo dalam “Introduction” buku itu: “Instead of studying the new economics (Mubyarto) is pleading strongly for the study of economic with a multi-dimensional approach”. [3]
[3] Ibid, hal. v

Dari “exchange” ke “sharing”
Pertanyaannya adalah mekanisme dan tindakan politik apa yang bisa mendukung keberhasilan reformasi ekonomi menurut jalan “ekonomi kerakyatan” yang digagas Pak Muby itu? Kenyataan menunjukkan bahwa para aktor dan mekanisme politik Indonesia masih belum bisa memahami gagasan itu. Mundurnya Prof. Mubyarto dan Prof. Dawam Rahardjo dari panitia ad hoc di MPR menunjukkan hal itu. Ilmuwan dan praktisi ilmu politik perlu dibantu mengembangkan konsep, teori, kebijakan dan lembaga-lembaga yang sesuai dengan tujuan penciptaan ekonomi kerakyatan itu.
Salah satunya adalah membongkar kembali konseptualisasi tentang politik dan ekonomi sebagai transaksi pertukaran. Praktek bisnis umumnya terdiri dari transaksi seperti itu: yaitu, A memberikan sesuatu pada B dan menerima sesuatu dari B sebagai balasan yang nilainya setara. Ini disebut “exchange” dengan hasil nol (zero-sum). Tetapi kalau A memberikan sesuatu pada B, tetapi si A tidak kehilangan sesuatu yang diberikan itu, maka yang terjadi bukan transaksi “exchange”, tetapi suatu proses “sharing” yang bisa punya implikasi “positive-sum”. Inilah yang terjadi dalam hal sumberdaya informasi. Berbeda dengan sumberdaya lain, yang berkurang kalau diberikan pada pihak lain, sumberdaya informasi justru semakin membesar kitika disebar pada pihak lain.
Sayangnya, ilmuwan politik maupun ilmuwan ekonomi belum mengembangkan teori untuk menjelaskan atau memikirkan tentang ekonomi dunia yang sebagian besar terdiri-dari transaksi “sharing”. Ilmuwan politik juga belum menghasilkan teori tentang implikasi dari “a politics of sharing a plentiful resource” (seperti informasi) yang sangat berbeda dengan “a politics of allocating scarce resources”.
Yang kita perlukan adalah lembaga dan perspektif yang lebih luas yang memusatkan perhatian pada persoalan kemiskinan dan ketimpangan. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga kemiskinan di seluruh dunia dan ketimpangan antar-bangsa. Inilah yang harus menjadi pusat perhatian ilmu politik dan ilmu ekonomi, kalau kita ingin membuatnya relevan bagi persoalan masa kini.

________________________________________
Dr. Mohtar Mas'oed: Dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIPOL), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Makalah disampaikan pada Seminar "Pembangunan
Bursa valuta asing
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Bursa valuta asing (Inggris: foreign exchange market, forex) atau disingkat bursa valas merupakan suatu jenis perdagangan atau transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya (pasangan mata uang/pair) yang melibatkan pasar-pasar uang utama di dunia selama 24 jam secara berkesinambungan.
Pergerakan pasar valuta asing berputar mulai dari pasar Selandia Baru dan Australia yang berlangsung pukul 05.00–14.00 WIB, terus ke pasar Asia yaitu Jepang, Singapura, dan Hongkong yang berlangsung pukul 07.00–16.00 WIB, ke pasar Eropa yaitu Jerman dan Inggris yang berlangsung pukul 13.00–22.00 WIB, sampai ke pasar Amerika Serikat yang berlangsung pukul 20.30–10.30 WIB. Dalam perkembangan sejarahnya, bank sentral milik negara-negara dengan cadangan mata uang asing yang terbesar sekalipun dapat dikalahkan oleh kekuatan pasar valuta asing yang bebas.
Menurut survei BIS (Bank International for Settlement, bank sentral dunia), yang dilakukan pada akhir tahun 2004, nilai transaksi pasar valuta asing mencapai lebih dari USD$1,4 triliun per harinya.
Mengingat tingkat likuiditas dan percepatan pergerakan harga yang tinggi tersebut, valuta asing juga telah menjadi alternatif yang paling populer karena ROI (return on investment atau tingkat pengembalian investasi) serta laba yang akan didapat bisa melebihi rata-rata perdagangan pada umumnya. Akibat pergerakan yang cepat tersebut, maka pasar valuta asing juga memiliki risiko yang tinggi.
Daftar isi
[sembunyikan]
     1 Kapitalisasi dan likuiditas pasar
     2 Karakteristik perdagangan valuta asing
     3 Proses transaksi
     4 Transaksi dua arah
     5 Pemain pasar valuta asing
     5.1 Bank
     5.2 Dunia usaha
     5.3 Bank sentral
     5.4 Perusahaan manajemen investasi
     5.5 Hedge funds
     5.6 Pialang valuta asing
     6 Catatan kaki
     7 Lihat pula

 [sunting] Kapitalisasi dan likuiditas pasar
Pasar valuta asing adalah suatu pasar yang unik karena:
     volume perdagangannya
     likuiditas pasar yang teramat besar
     banyaknya serta variasi dari pedagang di pasar valuta asing
     geografis penyebarannya
     jangka waktu perdagangannya yang 24 jam sehari (kecuali akhir pekan)
     aneka ragam faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang

Menurut BIS, rata-rata perputaran pasar valuta asing dunia per hari diestimasikan bernilai $3,21 trilliun, yang terbagi atas:
     $1005 milliar di transaksi spot
     $362 milliar di pasar kontrak serah(forward contract)
     $1714 milliar di pasar swap
     $129 milliar diestimasikan sebagai selisih pelaporan
Sebagai tambahan di luar perputaran "tradisional" ini, sebesar $2,1 trilliun diperdagangkan di pasar derivatif.
Kontrak berjangka valuta asing yang diperkenalkan pada tahun 1972 pada Chicago Mercantile Exchange tumbuh secara cepat dalam beberapa tahun belakangan ini tetapi volumenya masih hanya sebesar 7% dari total volume perdagangan pasar valuta asing.[1]
Menurut data International Financial Services,London (IFSL), secara keseluruhan perputaran harian pasar tradisional valuta asing rata-rata mencapai total nilai 2,7 billiun US dollar pada April 2006. Estimasi tersebut berdasarkan data tengah tahun dari Komite Bursa Valuta Asing (Foreign Exchange Committee) di London, New York, Tokyo and Singapura [2]
Pada perdagangan valuta asing secara langsung (OTC, pialang dan pedagang melakukan negosiasi secara langsung tanpa melalui bursa atau kliring. Pusat perdagangan terbesar secara geografis berada di London, Inggris, dimana menurut data IFSL diperkirakan telah meningkat kontribusinya dari 31,3% pada April 2004 menjadi 32,4% pada April 2006
[sunting] Karakteristik perdagangan valuta asing
Tidak ada suatu keseragaman dalam pasar valuta asing. Dengan adanya transaksi diluar bursa perdagangan (over the counter)[3] sebagai pasar tradisional dari perdagangan valuta asing, banyak sekali pasar valuta asing yang saling berhubungan satu sama lainnya dimana mata uang yang berbeda diperdagangkan, sehingga secara tidak langsung artinya bahwa "tidak ada kurs tunggal mata uang dollar melainkan kurs yang berbeda-beda tergantung pada bank mana atau pelaku pasar mana yang bertransaksi". Namun dalam prakteknya perbedaan tersebut seringkali sangat tipis.
6 Peringkat Teratas Mata Uang Yang Diperdagangkan
Peringkat    Mata uang    ISO 4217 Kode
Simbol
1    United States dollar
USD
$
2    Eurozone euro
EUR

3    Japanese yen
JPY
¥
4    British pound sterling
GBP
£
5    Swiss franc
CHF
-
6    Australian dollar
AUD
$
Pusat perdagangan utama adalah di London, New York, Tokyo dan Singapura namun bank-bank diseluruh dunia menjadi pesertanya. Perdagangan valuta asing terjadi sepanjang hari. Apabila pasar Asia berakhir maka pasar Eropa mulai dibuka dan pada saat pasar Eropa berakhir maka pasar Amerika dimulai dan kembali lagi ke pasar Asia, terkecuali di akhir pekan.
Sangat sedikit atau bahkan tidak ada "perdagangan orang dalam" atau informasi "orang dalam" (Insider trading) [4] yang terjadi dalam pasar valuta asing. Fluktuasi kurs nilai tukar mata uang biasanya disebabkan oleh gejolak aktual moneter sebagaimana juga halnya dengan ekspektasi pasar terhadap gejolak moneter yang disebabkan oleh perubahan dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB/GDP), inflasi, suku bunga, rancangan anggaran dan defisit perdagangan atau surplus perdagangan, penggabungan dan akuisisi serta kondisi makro ekonomi lainnya. Berita utama selalu dipublikasikan untuk umum, sehingga banyak orang dapat mengakses berita tersebut pada saat yang bersamaan. Namun bank yang besar memiliki nilai lebih yang penting yaitu mereka dapat melihat arus pergerakan "pesanan" mata uang dari nasabahnya.
Mata uang diperdagangkan satu sama lainnya dan setiap pasangan mata uang merupakan suatu produk tersendiri seperti misalnya EUR/USD, USD/JPY, GBP/USD dan lain-lain. Faktor pada salah satu mata uang misalnya USD akan mempengaruhi nilai pasar pada USD/JPY dan GBP/USD, ini adalah merupakan korelasi antara USD/JPY dan GBP/USD.
Pada pasar spot, menurut penelitian yang dilakukan oleh Bank for Internasional Settlement (BIS)[5] , produk yang paling sering diperdagangkan adalah
     EUR/USD - 28 %
     USD/JPY - 18 %
     GBP/USD (also called sterling or cable) - 14 %
dan mata uang US dollar "terlibat" dalam 89% dari transaksi yang dilakukan, kemudian diikuti oleh mata uang Euro (37%), Yen (20%) dan Pound Sterling (17%).
Walaupun perdagangan dalam mata uang Euro meningkat secara cepat sejak mata uang tersebut diterbitkan pada January 1999 1999, US dollar masih mendominasi pasar valuta asing. Sebagai contoh misalnya dalam perdagangan antara Euro dan mata uang non Eropa (XXX), biasanya selalu melibatkan dua jenis perdagangan yaitu EUR/USD dan USD/XXX, pengecualiannya hanya pada perdagangan EUR/JPY yang merupakan pasangan mata uang yang secara tetap diperdagangkan di pasar spot antar bank.
[sunting] Proses transaksi
Di bursa valas (valuta asing) ini orang dapat membeli ataupun menjual mata uang yang diperdagangkan. Secara obyektif adalah untuk mendapatkan profit atau keuntungan dari posisi transaksi yang anda lakukan. Di Bursa valas dikenal istilah Lot dan Pip. 1 Lot nilainya adalah $1000 dan 1 pip nilainya adalah $10. Sedangkan nilai dolar di bursa valas berbeda dengan nilai dolar yang kita kenal di bank-bank. Nilai dolar di bursa valas sangat bervariasi, 6000/8000 dan 10.000 rupiah.
[sunting] Transaksi dua arah
Transaksi di valuta asing dapat dilakukan dengan cara dua arah dalam mengambil keuntungannya. Seseorang dapat membeli dahulu (open buy), lalu ditutup dengan menjual (sell) ataupun sebaliknya, melakukan penjualan dahulu, lalu ditutup dengan membeli.
[sunting] Pemain pasar valuta asing
Sumber: Survei oleh Euromoney FX [6]

10 Pedagang Valuta Terbesar
% dari volume keseluruhan, Mei 2006
Peringkat    Nama     % dari volume
1    Deutsche Bank
19.26
2    UBS AG
11.86
3    Citigroup
10.39
4    Barclays Capital
6.61
5    Royal Bank of Scotland
6.43
6    Goldman Sachs
5.25
7    HSBC
5.04
8    Bank of America
3.97
9    JPMorgan Chase
3.89
10    Merrill Lynch
3.68
Tidak seperti halnya pada bursa saham dimana para anggota bursa memiliki akses yang sama terhadap harga saham, pasar valuta asing terbagi atas beberapa tingkatan akses.
Pada akses tingkat tertinggi adalah pasar uang antar bank (PUAB) yang terdiri dari perusahaan-perusahaan bank investasi besar.Pada PUAB, selisih antara harga penawaran/harga jual (ask) dan harga permintaan/harga beli (bid) adalah sangat tipis sekali bahkan biasanya tidak ada , dan harga ini hanya berlaku untuk kalangan mereka sendiri yang tidak diketahui oleh pemain valuta asing diluar kelompok mereka.
Pada akses tingkat dibawahnya, rentang selisih antara harga jual dan harga beli menjadi besar tergantung dari volume transaksi.
Apabila seorang trader[7] dapat menjamin terlaksananya transaksi valuta asing dalam jumlah besar maka mereka dapat meminta agar selisih nilai jual dan beli diperkecil yang disebut better spread ( selisih tipis antara harga jual dan beli).
Level akses terhadap pasar valuta asing adalah sangat ditentukan oleh ukuran transaksi valuta yang dilakukan.
Bank-bank peringkat atas menguasai "pasar uang antar bank (PUAB)" hingga 53% dari seluruh nilai transaksi. Dan setelah bank-bank peringkat atas tersebut maka peringkat selanjutnya adalah bank-bank investasi kecil lalu perusahaan-perusahaan multi nasional besar ( yang membutuhkan lindung nilai atas risiko transaksi serta membayar para pegawainya diberbagai negara), hedge fund besar [8], dan juga para pedagang eceran yang menjadi penentu pasar valuta asing.
Menurut Galati dan Melvin [9] , dana pensiun, perusahaan asuransi, reksadana dan investor institusi adalah merupakan pemain yang memiliki peran besar dalam pasar keuangan secara umum dan khususnya pasar valuta asing sejak dekade 2000an.
[sunting] Bank
Pasar uang antar bank (PUAB) memenuhi kebutuhan mayoritas dari perputaran uang di dunia usaha serta kebutuhan dari transaksi para spekulan setiap harinya yang dapat mencapai nilai triliunan dollar. Beberapa transaksi dilaksanakan untuk dan atas nama nasabahnya, tetapi sebagian besar adalah untuk kepentingan pemilik bank ataupun untuk kepentingan bank itu sendiri.
Hingga saat ini, pialang valuta asing adalah merupakan pelaku perputaran valuta dalam jumlah yang besar, memfasilitasi perdagangan PUAB dan mempertemukan penjual dan pembeli untuk "upah"(fee) yang kecil. Namun saat ini banyak bisnis valuta asing ini yang beralih kepada suatu sistem elektronis yang lebih efisien seperti misalnya EBS (sekarang dimiliki oleh ICAP), Reuters Dealing 3000 Matching (D2), the Chicago Mercantile Exchange, Bloomberg dan TradeBook(R)
[sunting] Dunia usaha
Salah satu pemeran pasar valuta asing ini adalah adanya kebutuhan dari aktivitas perusahaan dalam melakukan pembayaran harga barang ataupun jasa dalam mata valuta asing. Kebutuhan mata valuta asing dari suatu perusahaan seringkali hanya kecil nilainya dibandingkan dengan kebutuhan dari bank dan spekulan dan perdagangan valuta asing yang dilakukannya seringkali hanya membawa dampak yang kecil sekali bagi nilai pasaran kurs mata uang. Meskipun demikian arus perdagangan valuta asing dari perusahaan-perusahaan ini dalam jangka panjangnya merupakan faktor yang penting bagi arah nilai tukar suatu mata uang. Transaksi beberapa perusahaan multinasional dapat membawa akibat yang tidak terduga sewaktu mereka menutup posisi (posisi jual ataupun beli) yang amat besar sekali dimana transaksi ini tidak diketahui secara luas oleh para pemain pasar.
[sunting] Bank sentral
Bank sentral suatu negara memegang peran yang amat penting dalam pasar valuta asing. Bank sentral ini senantiasa berupaya untuk mengendalikan suplai uang, inflasi, dan ataupun suku bunga bahkan seringkali mereka memiliki suatu target baik resmi maupun tidak resmi terhadap nilai tukar mata uang negaranya. Seringkali bank sentral ini menggunakan cadangan devisanya untuk menstabilkan pasar.
Dengan ekspektasi pasar ataupun isu tentang intervensi yang dilakukan oleh bank sentral belaka telah cukup untuk menstabilkan kurs mata uang setempat, tetapi intervensi yang agresif dilakukan beberapa kali dalam setiap tahunnya pada suatu negara yang kurs mata uangnya bergejolak.
Berbagai sumber dana yang ada di pasaran valuta asing apabila disatukan dapat dengan mudah "mempermainkan" bank sentral (menarik atau menjual mata uang dalam jumlah yang sangat besar sekali sehingga bank sentral tidak mampu lagi melakukan intervensi) dimana skenario ini nampak pada tahun 1992-1993 dimana mekanisme nilai tukar Eropa ( European Exchange Rate Mechanism - ERM[10])mengalami kejatuhan serta beberapa kali jatuhnya nilai tukar mata uang di Asia Tenggara.
[sunting] Perusahaan manajemen investasi
Perusahaan manajemen investasi (yang mana biasanya adalah merupakan pengelola banyak sekali akun atas nama nasabahnya seperti misalnya dana pensiun dan dana sumbangan yayasan) yang bertransaksi di pasar valuta asing untuk kebutuhan mata uang asing guna melakukan transaksi pembelian saham di luar negeri. Transaksi valuta asing bagi mereka adalah bukan merupakan tujuan investasi utamanya sehingga transaksi yang dilakukannya bukan dengan tujuan spekulasi ataupun dengan tujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
[sunting] Hedge funds
Hedge funds [11] [12] ( sebuah perusahaan investasi yang menjalankan kegiatan usaha transaksi spekulatif untuk mendapatkan keuntungan ) seperti misalnya George Soros[13] yang reputasinya naik disebabkan oleh kegiatan spekulasi mata uang yang dilakukannya secara agresif sejak tahun 1990. Ia mengelola dana triliunan US dollar dan masih bisa meminjam lagi triliunan US dollar dan oleh karenanya mampu membuat intervensi yang dilakukan oleh bank sentral suatu negara untuk menjaga nilai tukar mata uangnya menjadi tidak berdaya apabila fundamental ekonomi tergantung pada "belas kasihan" hedge funds.
[sunting] Pialang valuta asing
Pialang valuta asing adalah adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang dengan memperoleh imbalan atas jasanya.[14] Menurut CNN, sebuah pialang valuta asing memiliki volume transaksi antara 25 hingga 50 triliun US dollar perharinya atau sekitar 2% dari keseluruhan nilai transaksi pasar valuta asing dan sebagaimana dilaporkan oleh situs Komisi Perdagangan Berjangka (Commodity Futures Trading Commission - CFTC) [15] bahwa investor pemula dengan mudah dapat menjadi sasaran penipuan dalam perdagangan valuta asing.
[sunting] Catatan kaki
1.    ^ Wall Street Journal Europe (5/5/06, halaman 20)
2.    ^ Foreign Exchange (October 2006), International Financial Services, London.
3.    ^ over-the-counter-OTC
4.    ^ en:Insider trading
5.    ^ en:Bank for International Settlements
6.    ^ FX Poll 2006: The Euromoney FX survey claims to be the pre-eminent poll of foreign exchange service providers. Halaman dibuka pada 19 Maret 2007
7.    ^ istilah yang digunakan bagi para pedagang pada bursa valuta asing
8.    ^ yaitu salah satu bentuk stuctured fund yaitu suatu Reksadana yang memiliki tujuan dan kebijakan investasi dengan struktur tertentu.
9.    ^ en:forex trading
10.    ^ en:European Exchange Rate Mechanism
11.    ^ en:hedge funds
12.    ^ Di Indonesia tidak ditemukan adanya padanan kata untuk istilah ini, dimana Badan Pengawas Pasar Modal, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menggunakan istilah hedge funds
13.    ^ en:George Soros
14.    ^ Peraturan Bank Indonesia nomor 5/5/PBI/2003
15.    ^ en:Commodity Futures Trading Commission
[sunting] Lihat pula
     Bursa berjangka
     Derivatif
     Bursa Berjangka Jakarta
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_valuta_asing"
Kategori: Bisnis | Bursa


Tidak ada komentar:

Posting Komentar