Minggu, 03 Februari 2013

galery






Ekonomi Pancasila

Mubyarto
DENGAN EKONOMI PANCASILA MENYIASATI GLOBALISASI

The success of Indonesia’s economic policies confirmed the idea that, as much as possible, economic policies should be insulated from undue political influence. Moreover, experience has demonstrated that alternative schools of economic policy making, including communism, socialism, and even “supply side economics”, in the long run have all failed. In the meantime the field of neo-classical economics is progressing steadily. It is here that policy making should seek guidance in creating economic policies (Radius Prawiro, 1998:335)
In this precarious state, the government took the bold move of removing all restrictions on the flow of capital into and out of the country. Indonesia’s laws governing the flow of capital thus became some of the most liberal in the world, more so even than those of many of the most developed countries (Radius Prawiro, 1998:290).
Neo-Liberalism, in its extreme or revised form, presents us with a view of the world in which there are only two choices, an economy organized by markets or an economy organized by a dictatorial –or at best inept and inefficient- statist bureaucracy (Mac Ewan 1999:11)

Pendahuluan
Globalisasi mempunyai 2 pengertian pertama, sebagai deskripsi/definisi yaitu proses menyatunya pasar dunia menjadi satu pasar tunggal (borderless market), dan kedua, sebagai “obat kuat” (prescription) menjadikan ekonomi lebih efisien dan lebih sehat menuju kemajuan masyarakat dunia. Dengan dua pengertian ini jelas bahwa menurut para pendukung globalisasi “tidak ada pilihan” bagi setiap negara untuk mengikutinya jika tidak mau ditinggalkan atau terisolasi dari perekonomian dunia yang mengalami kemajuan sangat pesat.
Benarkah pilihannya hanya dua sebagaimana dikemukakan paham Neo-liberalisme? Benarkah tak ada hak sama sekali bagi setiap negara untuk “berbeda” dengan menerapkan sistem ekonomi yang sesuai sistem nilai dan budaya negara-negara bersangkutan? Arthur Mac Ewan membantah keras pandangan “tidak ada pilihan” ini dengan secara tegas menyatakan:
Contrary to the claims of its proponents, there are alternatives to the neo-liberalism course, and these alternatives are far preferable in term of immediate and long term consequences (Mac Ewan 1999:8)
Lebih tegas lagi pernyataan James Petra dan Henry Veltmeyer dalam Globalization Unmasked bahwa “globalization is neither inevitable nor necessary” (Petras & Veltmeyer 2001:12)
Hikmah Krisis Moneter
Orang Indonesia selalu berhasil menyatakan “untung” atas berbagai musibah. Maka, adakah alasan orang menyatakan “untung ada krismon”? Ternyata dalam segala kesusahan menghadapi globalisasi dan liberalisasi perdagangan dan investasi, bahkan termasuk meledaknya “bom Bali”, orang Indonesia masih mampu menyebutkan aspek keuntungannya. Seorang rekan ekonom dari AS menulis “A less globalized world might be better for Indonesia”! Jadi tanpa Indonesia susah-susah melawan serangan dahsyat globalisasi, krismon dan Bom Bali telah membantu Indonesia “mengusir atau mengurangi tekanan globalisasi” yang memang lebih merugikan ketimbang menguntungkan ekonomi Indonesia. Terhadap kekuatan-kekuatan “anti globalisasi” ini para pendukung globalisasi  berusaha dan berhasil mengundang IMF untuk memperkuat barisan. Kini yang terjadi adalah pergulatan (ilmiah dan ideologis) antara dua kekuatan yaitu mereka yang mendukung dan yang menentang globalisasi.
Kesimpulan kita  di Indonesia tidak bisa lain, “jangan-jangan” krismon dan Bom Bali merupakan “Petunjuk Tuhan” bahwa globalisasi dan liberalisasi yang jelas-jelas merugikan sebagian besar rakyat Indonesia kenyataannya memang telah berjalan terlalu cepat sehingga “atas kehendak Tuhan”, krismon dan bom Bali “diturunkan” untuk memperingatkannya dan mengeremnya.
The region  and the entire world need to carefully think through whether globalization has proceeded at too fast a pace for national societies, particularly developing ones, to make needed adjustments without undue dislocation and economic pain. (Morrison & Hadi Soesastro. 1998:23)

Liberalisasi Perbankan 1983-88
Jika kita baca dan renungkan kembali kekagetan Radius Prawiro tentang telah menjadi terlalu liberalnya peraturan masuk dan keluar modal ke dan dari Indonesia sejak pertengahan delapan puluhan, ketika yang bersangkutan menjabat Gubernur Bank Indonesia, Menteri Keuangan, dan Menko Ekuin, maka jelas telah terjadi  gerakan  tak terkendali  dari liberalisasi dan globalisasi di negara kita. Jika diingat bahwa jumlah bank di Indonesia sebelum Pakto 88 hanya sekitar 100 buah, yang meningkat lebih 2 kali menjadi 240 bank pada tahun 1995, maka  pengurangan jumlah  Bank menjadi kurang dari  100 bank dewasa ini hanya  mengkonfirmasi pertumbuhan jumlah bank yang kebablasan tersebut. Memang tepat yang  pernah dikatakan David Cole dan Betty Slater (Building a Modern Financial System, 1996) bahwa sebenarnya di Indonesia bukannya terlalu banyak Bank, tetapi “terlalu banyak Bank yang tidak diawasi perkembangannya”. Ini berarti bahwa ketika banyak bank mengalami kesulitan likuiditas pada saat-saat awal krismon, kesalahan tidak sepenuhnya dapat ditimpakan kepada bank-bank itu tetapi juga pada Bank Indonesia (dan Departemen Keuangan) yang telah membiarkan perbankan berkembang “liar” tanpa pengawasan. Itulah sebabnya mengapa pemerintah dan Bank Indonesia memutuskan pemberian BLBI yang “royal” itu untuk “menebus dosa”, meskipun tanpa disadari justru kebijakan ini telah menjadi perangkap baru yang akhirnya “menyandera” kebijakan ekonomi pemerintah secara berkelanjutan. 

Menyiasati Globalisasi
Krismon 1997 dan sampai tingkat tertentu ledakan “bom Bali” adalah “bom waktu” buatan  Indonesia sendiri, karena proses liberalisasi dan globalisasi telah dibiarkan berlangsung “kebablasan”, karena kita mengira sistem ekonomi kapitalis liberal (sistem pasar bebas ala Neoklasik ortodok) adalah satu-satunya sistem ekonomi yang cocok untuk dipakai dan diterapkan di Indonesia. Jika kita sadari dan percaya bahwa Pancasila adalah ideologi yang telah menyatukan bangsa hingga mampu membebaskan Indonesia dari 350 tahun penjajahan, maka Pancasila pastilah dapat diandalkan sebagai sumber ideologi untuk menyusun sistem ekonomi nasional. Jika perasan Pancasila adalah asas gotong-royong atau asas kekeluargaan, maka tepat sekali bunyi ayat 1 pasal 33 UUD 45 bahwa:
Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan.
Dalam asas kekeluargaan terkandung pengertian demokrasi ekonomi, yaitu produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua, dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakat lebih diutamakan ketimbang kemakmuran orang seorang.
Demikian “serangan” globalisasi tidak perlu kita takuti selama kita setia menggunakan Pancasila sebagai ideologi pegangan kehidupan bangsa. Sistem ekonomi Pancasila adalah sistem ekonomi moralistik, manusiawi, nasionalistik, dan kerakyatan, yang akan mampu mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Penutup
Jika orang menyatakan globalisasi tak terelakkan, hendaknya kita tidak bersikap pasrah dan menerima begitu saja “aturan main” yang dibuat “mereka”. Jika aturan main yang dipakai adalah “sistem Ekonomi Pancasila”, maka aturan main “kita” inilah yang harus kita pakai sebagai pegangan hubungan-hubungan ekonomi dengan kepentingan-kepentingan ekonomi luar negeri dan bukan aturan main “mereka”.
Globalisasi bukan hal baru bagi Indonesia karena sejak abad-abad awal penjajahan (17-18) rempah-rempah dan komoditi-komoditi pertanian Indonesia sudah “diglobalisasikan” (globalisasi tahap I ). Selanjutnya globalisasi tahap II ( sistem taman paksa 1830-1870) dan sistem kapitalis liberal ( pasca 1870 ) lebih jauh lagi “mengglobalkan” komoditi-komoditi pertanian Indonesia (terutama gula dan tembakau) sehingga “Hindia Belanda” menjadi terkenal sebagai sumber komoditi-komoditi tropik ini. Kini pada globalisasi tahap III (sejak medio delapan puluhan) Indonesia yang sudah menjadi negara merdeka tentulah tidak perlu was-was asal berani dan percaya diri dengan kepala tegak menetapkan aturan main “kita” untuk dipakai sebagai pegangan hubungan-hubungan ekonomi “kita” dengan “mereka”.


________________________________________
Oleh: Prof. Dr. Mubyarto -- Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM.
Makalah untuk diskusi terbatas PUSTEP-UGM dan FORTAGAMA, 17 Januari 2003
Mohtar Mas'oed
PERPOLITIKAN UNTUK MENDUKUNG EKONOMI ALTERNATIF?
 
“….. the discipline (of economics) become progressively more narrow at precisely the moment when the problems demanded broader, more political, and social insights …." [1]
[1] Abert O. Hirschman, Essays in Trespassing: Economics to Politics and Beyond (Cambridge: Cambridge University Press, 1981). Hal. v.
Kutipan di atas adalah keluhan seorang ilmuwan ekonomi senior yang jengkel terhadap kecenderungan “myopic” dalam disiplin ilmunya. Yaitu, ketika masyarakat sedang memerlukan jawaban yang melibatkan berbagai dimensi kehidupan, ilmuwan ekonomi datang dengan resep ekonomis-teknis. Ketika dihadapkan pada persoalan pengangguran dan kemiskinan yang semakin meluas, yang diajukan adalah usulan pembenahan mekanisme pasar. Seolah-olah, kalau mekanisme pasar berlangsung bebas dari gangguan campur tangan pemerintah, maka semua persoalan itu akan dengan mudah diselesaikan.
Untuk memahami konteks kejengkelan itu kita perlu menengok kembali perdebatan yang selama ini berlangsung antara dua kubu pendekatan: liberal neoklasik dan ekonomi-politik. Yang pertama adalah pendekatan (teoritis-cum-ideologis) yang mendominasi wacana mengenai pembangunan ekonomi di kalangan pemerintah Indonesia, terutama sejak Orde Baru. Sedangkan yang kedua adalah yang berkembang di kalangan oposisi.

Liberalisme Neo-Klasik versus Ekonomi-Politik Klasik
Menurut pendukung pendekatan liberal neo-klasik (yang sejak 1980-an dikenal juga dengan nama “neo-liberalisme”), isyu pokok yang ditangani ilmu ekonomi adalah bagaimana menciptakan atau meningkatkan kekayaan atau kemakmuran materiil. Karena itu, pembangunan ekonomi adalah upaya akumulasi kapital; yang keberhasilannya diukur dengan produk nasional bruto tahunan. Dalam proses itu, semua yang membantu akumulasi kapital harus digalakkan; yang tidak membantu dipersilahkan minggir.
Bagaimana cara mencapai tujuan itu? Proses akumulasi kapital itu diorganisasikan melalui mekanisme transaksi atau pertukaran dalam pasar. Dengan demikian, ilmu ekonomi berkembang menjadi ilmu pertukaran. Yang menjadi pusat perhatian adalah kegiatan produktif yang melalui transaksi pasar, sedangkan yang tidak melalui transaksi pasar tidak dianggap penting. Akibatnya, hasil kerja petani yang menanam padi untuk dikonsumsi sendiri tidak dicatat sebagai kegiatan ekonomi, dan tidak termasuk dalam perhitungan produk domestik bruto, karena tidak melibatkan transaksi pasar. Begitu juga, hasil kerja wanita yang produktif dalam menjalankan pekerjaan rumah tangga tidak dihargai dalam perhitungan haril kerja nasional itu karena, sekali lagi, tidak melibatkan transaksi pasar.
Bagaimana karakter metodologi yang dikembangkan dalam ilmu ekonomi liberal? Yang menonjol adalah positivisme dan saintisme. Metodologi ini mendukung cara pandang yang memusat pada persoalan materiil, yang empirik dan kasat-indera; mengutamakan variable yang bisa diukur (“Yang tidak terukur, tidak bisa dianalisis”). Akibatnya, banyak persoalan penting yang bersifat normatif diabaikan. Bahkan pendukung metodologi ini cenderung bersikap netral terhadap nilai-nilai etika dan moral, seperti keadilan. Karena itu, tidak mengherankan kalau persoalan pokok yang dibahas oleh para pembuat kebijakan yang berpikir atas dasar ilmu pengetahuan positivistik itu adalah persoalan bagaimana “memperbesar kue nasional”. Terutama bagaimana meningkatkan kekayaan dan kemakmuran materiil melalui penggalakan transaksi di pasar. Yaitu, akumulasi kapital melalui pasar. Dan ukuran keberhasilannya juga berujud prestasi dalam mendoronf pertumbuhan kapital.
Ideologi yang mendasari ilmu ekonomi liberal itu juga mengajukan asumsi khas tentang hakeket manusia. Yaitu, manusia dipandang semata-mata sebagai “makhluk ekonomi” yang berperilaku seperti “utility-maximizing machine” (mesin yang berfungsi memaksimalkan keuntungan) dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri. Manusia dianggap banya akan bergerak kalau kepadanya ditunjukkan “iming-iming” yang sifatnya materiil. Karena itu sering muncul anggapan bahwa asal perutnya kenyang orang akan mudah diatur. Inilah yang mendasari munculnya kebijakan publik yang dalam praktek membanjiri warga masyarakat dengan kepuasan materiil, dengan harapan kepuasan itu akan menimbulkan ketenangan. Yang dilupakan adalah perilaku manusia tidak hanya dituntun oleh rasionalitas, tetapi juba oleh filantrofi, moralitas dan pertimbangan etika.
Terakhir, pendekatan liberal neo-klasik itu juga mengembangkan sikap yang khas mengenai organisasi dan lembaga sosial. Seperti sudah tersirat di atas, lembaga sosial yang paling diutamakan adalah pasar, sedangkan organisasi dan lembaga sosial lain dianggap “given”. Yang paling penting adalah mekanisme pasar. Karena itu, mereka yang memiliki modal dan melibatkan diri dalam kegiatan pasar akan menentukan apa yang akan terjadi dalam proses ekonomi. Apa peran negara? Negara berperan mendefinisikan dan melindungi hak milik dan menciptakan lingkungan yang mendukung bekerjanya pasar.
Yang menarik adalah pandangan kaum ekonom liberal  mengenai keluarga. Dalam ideologi ini, keluarga (rumah tangga) dipandang sebagai lembaga sosial yang berperan ganda. Pertama, sebagai rumah tangga yang berfungsi sebagai mesin yang diprogram untuk memaksimalkan kepuasan dengan mengkonsumsi barang yang diproduksi secara massal oleh perusahaan (yang juga berperan sebagai mesin yang diprogram untuk memaksimalkan keuntungan). Karena itu tiap hari rumah tangga kita dibombardir dengan iklan yang menawarkan berbagai jenis barang dan jasa yang seringkali tidak jelas manfaatnya. Semakin getol rumah tangga mengkonsumsi barang dan jasa itu, semakin “maju” ekonomi itu, demikian argumennya.
Kedua, rumah tangga juga berfungsi sebagai produsen input abstrak yang disebut “tenaga kerja”. Cara menyebut tenaga kerja dengan sebutan “sumberdaya manusia” juga memuat unsur ideologi kapitalistik itu. Istilah ini sebenarnya muncul dalam lingkungan pabrik. Di sana bisa ditemui mesin (sumberdaya fisik) dan manusia yang menanganinya (sumberdaya manusia). Status keduanya pada dasarnya disamakan, yaitu sebagai sumberdaya. Karena itu upaya memenuhi keperluan buruh seringkali berujud upaya memenuhi kebutuhan manusia ssebagai sumberdaya, bukan sebagai manusia utuh. Sebagai sumberdaya, manusia memerlukan ketrampilan, lapangan kerja, upah minimum yang memadai, dan sebagainya. Karena semata-mata dipandang sebagai sumberdaya, bukan sebagai manusia utuh, ia dianggap tidak memerlukan pemenuhan hak sebagai manusia utuh, misalnya hak untuk berserikat dan hak-hak lain demi pengembangan identitas dirinya.
Sementara itu, di sisi lain, ada pendekatan alternatif yang sebenarnya memiliki akar sejarah yang lebih jauh ke belakang, dengan argumen yang bertentangan dengan gagasan di atas, yang disebut “ekonomi-politik klasik”. Yang menjadi fokus perhatian pendekatan ini bukanhanya bagaimana kemakmuran ditingkatkan, tetapi juga bagaimana produksi dan konsumsi itulah yang sangat menentukan “who get what, when, how and how much”. Persoalan yang hanya bisa dipahami melalui pendekatan yang menggabungkan  ekonomi debgab dimensi-simensi  osial laiinnya.
Berbeda dengan pendekatan liberal, ekonomi-politik mengandalkan metodologi yang mempertimbangkan nilai-nilai etika dan moral. Melalui metode impretivis dan instrokpetif, ekonomi politik  mempelajari bukan hanya bagaimana mambuat individu menjadi makmur, tetapi yang lebih penting adalah menemukan penyelesaian bagi masalah kemiskinan dan perbaikan kondisi hidup manusia.
Mengenai hakekat manusia, pendukung pendekatan ekonomi-politik klasik yakin bahwa perilaku manusia tidak hanya dituntun oleh rasionalitas, tetapi juga oleh filantrofi, moralitas dan pertimbangan etika. Kepentingan manusia tidak hanya memenuhi kebutuhan sendiri, tetapi juga diimbangi dengan rasa tanggungjawab sosial. Pasar, menurut pendekatan ekonomi-politik, bukan lembaga sosial yang paling penting. Banyak proses produksi yang ditentukan oleh lembaga-lembaga sosial lain, seperti keluarga dan birokrasi. Di Indonesia, misalnya, proses produksi beras, gula, baja, semen, mobil, dan berbagai produk penting lain tidak bertumpu pada mekanisme pasar. Di masa Orde Baru, beberapa melalui keputusan birokratik; beberapa yang lain melalui pertemuan keluarga presiden. Karena itu, yang diutamakan oleh pendekatan ekonomi-politik adalah peran lembaga sosial dan politik, kekuasaan, dan manifesto sosio-kultural dalam kehidupan ekonomi. Dalam praktek, lembaga-lembaga itu memang sering dipakai oleh banyak orang untuk memproduksi kemakmuran.

Memahami Pak Muby
Dalam konteks perdebatan dikotomis di atas, buku kecil berjudul “A Development Alternative for Indonesia” yang ditulis Prof. Mubyarto dan Prof Daniel Bromley mencerminkan keberpihakan pada yang kedua. Pertama, analisis dalam buku itu memusatkan pada masalah pengorganisasian sosial-politik proses produksi. Seperti dikatakan oleh kedua ilmuwan itu:
It is our contention that development will be sustainable if and only if it leads to new settings and circumstances that will enhance the emergence and persistence of new economic opportunities for the large mass of individuals … (Such) new policies ….represent the conscious modification in the specifics of prevailing economic institutions. Such innovations in the public policy always bring together a consideration of three essential elements __ethics, economics, and the law. [2]
[2] Mubyarto dan Daniel W. Bromley, A Development Alternative for Indonesia (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2002), hal. 9
Mengikuti logika argumen di atas. Yang diperlukan oleh para usahawan menengah dan kecil, petani plasma, buruh, dan berbagai aktor lain dalam perekonomian rakyat adalah suatu “enabling setting” yang memungkinkan mereka untuk berkembang. “Setting” itu bisa berujud kebijakan politik, ekonomi maupun hukum. Kedua, buku ini juga mengembangkan argumen dan diwarnai oleh isyu normatif. Persoalan etika ditekankan. Peroalan keadilan dijadikan ukuran pokok dan dibahas dengan penuh empati. Sebagai bagian dari proklamasi kelahiran Pusat Studi Ekonomi Pancasila, buku itu jelas mengungkapkan kecenderungan normatifnya, yaitu pemihakan pada ekonomi kerakyatan. Ketiga, analisis dalam buku ini adalah buah dari olah pikir yang eklektik, bersedia memanfaatkan metodologi dan metode yang relevan. Penulis buku itu memanfaatkan kerangka analisis sosiologis, antropologis, filsafat, politik, dan disiplin sosial lain dengan terbuka. Seperti dikatakan oleh Prof. Sartono Kartodirdjo dalam “Introduction” buku itu: “Instead of studying the new economics (Mubyarto) is pleading strongly for the study of economic with a multi-dimensional approach”. [3]
[3] Ibid, hal. v

Dari “exchange” ke “sharing”
Pertanyaannya adalah mekanisme dan tindakan politik apa yang bisa mendukung keberhasilan reformasi ekonomi menurut jalan “ekonomi kerakyatan” yang digagas Pak Muby itu? Kenyataan menunjukkan bahwa para aktor dan mekanisme politik Indonesia masih belum bisa memahami gagasan itu. Mundurnya Prof. Mubyarto dan Prof. Dawam Rahardjo dari panitia ad hoc di MPR menunjukkan hal itu. Ilmuwan dan praktisi ilmu politik perlu dibantu mengembangkan konsep, teori, kebijakan dan lembaga-lembaga yang sesuai dengan tujuan penciptaan ekonomi kerakyatan itu.
Salah satunya adalah membongkar kembali konseptualisasi tentang politik dan ekonomi sebagai transaksi pertukaran. Praktek bisnis umumnya terdiri dari transaksi seperti itu: yaitu, A memberikan sesuatu pada B dan menerima sesuatu dari B sebagai balasan yang nilainya setara. Ini disebut “exchange” dengan hasil nol (zero-sum). Tetapi kalau A memberikan sesuatu pada B, tetapi si A tidak kehilangan sesuatu yang diberikan itu, maka yang terjadi bukan transaksi “exchange”, tetapi suatu proses “sharing” yang bisa punya implikasi “positive-sum”. Inilah yang terjadi dalam hal sumberdaya informasi. Berbeda dengan sumberdaya lain, yang berkurang kalau diberikan pada pihak lain, sumberdaya informasi justru semakin membesar kitika disebar pada pihak lain.
Sayangnya, ilmuwan politik maupun ilmuwan ekonomi belum mengembangkan teori untuk menjelaskan atau memikirkan tentang ekonomi dunia yang sebagian besar terdiri-dari transaksi “sharing”. Ilmuwan politik juga belum menghasilkan teori tentang implikasi dari “a politics of sharing a plentiful resource” (seperti informasi) yang sangat berbeda dengan “a politics of allocating scarce resources”.
Yang kita perlukan adalah lembaga dan perspektif yang lebih luas yang memusatkan perhatian pada persoalan kemiskinan dan ketimpangan. Bukan hanya di Indonesia, tetapi juga kemiskinan di seluruh dunia dan ketimpangan antar-bangsa. Inilah yang harus menjadi pusat perhatian ilmu politik dan ilmu ekonomi, kalau kita ingin membuatnya relevan bagi persoalan masa kini.

________________________________________
Dr. Mohtar Mas'oed: Dosen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (ISIPOL), Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Makalah disampaikan pada Seminar "Pembangunan
Bursa valuta asing
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas
Langsung ke: navigasi, cari
Bursa valuta asing (Inggris: foreign exchange market, forex) atau disingkat bursa valas merupakan suatu jenis perdagangan atau transaksi yang memperdagangkan mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lainnya (pasangan mata uang/pair) yang melibatkan pasar-pasar uang utama di dunia selama 24 jam secara berkesinambungan.
Pergerakan pasar valuta asing berputar mulai dari pasar Selandia Baru dan Australia yang berlangsung pukul 05.00–14.00 WIB, terus ke pasar Asia yaitu Jepang, Singapura, dan Hongkong yang berlangsung pukul 07.00–16.00 WIB, ke pasar Eropa yaitu Jerman dan Inggris yang berlangsung pukul 13.00–22.00 WIB, sampai ke pasar Amerika Serikat yang berlangsung pukul 20.30–10.30 WIB. Dalam perkembangan sejarahnya, bank sentral milik negara-negara dengan cadangan mata uang asing yang terbesar sekalipun dapat dikalahkan oleh kekuatan pasar valuta asing yang bebas.
Menurut survei BIS (Bank International for Settlement, bank sentral dunia), yang dilakukan pada akhir tahun 2004, nilai transaksi pasar valuta asing mencapai lebih dari USD$1,4 triliun per harinya.
Mengingat tingkat likuiditas dan percepatan pergerakan harga yang tinggi tersebut, valuta asing juga telah menjadi alternatif yang paling populer karena ROI (return on investment atau tingkat pengembalian investasi) serta laba yang akan didapat bisa melebihi rata-rata perdagangan pada umumnya. Akibat pergerakan yang cepat tersebut, maka pasar valuta asing juga memiliki risiko yang tinggi.
Daftar isi
[sembunyikan]
     1 Kapitalisasi dan likuiditas pasar
     2 Karakteristik perdagangan valuta asing
     3 Proses transaksi
     4 Transaksi dua arah
     5 Pemain pasar valuta asing
     5.1 Bank
     5.2 Dunia usaha
     5.3 Bank sentral
     5.4 Perusahaan manajemen investasi
     5.5 Hedge funds
     5.6 Pialang valuta asing
     6 Catatan kaki
     7 Lihat pula

 [sunting] Kapitalisasi dan likuiditas pasar
Pasar valuta asing adalah suatu pasar yang unik karena:
     volume perdagangannya
     likuiditas pasar yang teramat besar
     banyaknya serta variasi dari pedagang di pasar valuta asing
     geografis penyebarannya
     jangka waktu perdagangannya yang 24 jam sehari (kecuali akhir pekan)
     aneka ragam faktor yang mempengaruhi nilai tukar mata uang

Menurut BIS, rata-rata perputaran pasar valuta asing dunia per hari diestimasikan bernilai $3,21 trilliun, yang terbagi atas:
     $1005 milliar di transaksi spot
     $362 milliar di pasar kontrak serah(forward contract)
     $1714 milliar di pasar swap
     $129 milliar diestimasikan sebagai selisih pelaporan
Sebagai tambahan di luar perputaran "tradisional" ini, sebesar $2,1 trilliun diperdagangkan di pasar derivatif.
Kontrak berjangka valuta asing yang diperkenalkan pada tahun 1972 pada Chicago Mercantile Exchange tumbuh secara cepat dalam beberapa tahun belakangan ini tetapi volumenya masih hanya sebesar 7% dari total volume perdagangan pasar valuta asing.[1]
Menurut data International Financial Services,London (IFSL), secara keseluruhan perputaran harian pasar tradisional valuta asing rata-rata mencapai total nilai 2,7 billiun US dollar pada April 2006. Estimasi tersebut berdasarkan data tengah tahun dari Komite Bursa Valuta Asing (Foreign Exchange Committee) di London, New York, Tokyo and Singapura [2]
Pada perdagangan valuta asing secara langsung (OTC, pialang dan pedagang melakukan negosiasi secara langsung tanpa melalui bursa atau kliring. Pusat perdagangan terbesar secara geografis berada di London, Inggris, dimana menurut data IFSL diperkirakan telah meningkat kontribusinya dari 31,3% pada April 2004 menjadi 32,4% pada April 2006
[sunting] Karakteristik perdagangan valuta asing
Tidak ada suatu keseragaman dalam pasar valuta asing. Dengan adanya transaksi diluar bursa perdagangan (over the counter)[3] sebagai pasar tradisional dari perdagangan valuta asing, banyak sekali pasar valuta asing yang saling berhubungan satu sama lainnya dimana mata uang yang berbeda diperdagangkan, sehingga secara tidak langsung artinya bahwa "tidak ada kurs tunggal mata uang dollar melainkan kurs yang berbeda-beda tergantung pada bank mana atau pelaku pasar mana yang bertransaksi". Namun dalam prakteknya perbedaan tersebut seringkali sangat tipis.
6 Peringkat Teratas Mata Uang Yang Diperdagangkan
Peringkat    Mata uang    ISO 4217 Kode
Simbol
1    United States dollar
USD
$
2    Eurozone euro
EUR

3    Japanese yen
JPY
¥
4    British pound sterling
GBP
£
5    Swiss franc
CHF
-
6    Australian dollar
AUD
$
Pusat perdagangan utama adalah di London, New York, Tokyo dan Singapura namun bank-bank diseluruh dunia menjadi pesertanya. Perdagangan valuta asing terjadi sepanjang hari. Apabila pasar Asia berakhir maka pasar Eropa mulai dibuka dan pada saat pasar Eropa berakhir maka pasar Amerika dimulai dan kembali lagi ke pasar Asia, terkecuali di akhir pekan.
Sangat sedikit atau bahkan tidak ada "perdagangan orang dalam" atau informasi "orang dalam" (Insider trading) [4] yang terjadi dalam pasar valuta asing. Fluktuasi kurs nilai tukar mata uang biasanya disebabkan oleh gejolak aktual moneter sebagaimana juga halnya dengan ekspektasi pasar terhadap gejolak moneter yang disebabkan oleh perubahan dalam pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB/GDP), inflasi, suku bunga, rancangan anggaran dan defisit perdagangan atau surplus perdagangan, penggabungan dan akuisisi serta kondisi makro ekonomi lainnya. Berita utama selalu dipublikasikan untuk umum, sehingga banyak orang dapat mengakses berita tersebut pada saat yang bersamaan. Namun bank yang besar memiliki nilai lebih yang penting yaitu mereka dapat melihat arus pergerakan "pesanan" mata uang dari nasabahnya.
Mata uang diperdagangkan satu sama lainnya dan setiap pasangan mata uang merupakan suatu produk tersendiri seperti misalnya EUR/USD, USD/JPY, GBP/USD dan lain-lain. Faktor pada salah satu mata uang misalnya USD akan mempengaruhi nilai pasar pada USD/JPY dan GBP/USD, ini adalah merupakan korelasi antara USD/JPY dan GBP/USD.
Pada pasar spot, menurut penelitian yang dilakukan oleh Bank for Internasional Settlement (BIS)[5] , produk yang paling sering diperdagangkan adalah
     EUR/USD - 28 %
     USD/JPY - 18 %
     GBP/USD (also called sterling or cable) - 14 %
dan mata uang US dollar "terlibat" dalam 89% dari transaksi yang dilakukan, kemudian diikuti oleh mata uang Euro (37%), Yen (20%) dan Pound Sterling (17%).
Walaupun perdagangan dalam mata uang Euro meningkat secara cepat sejak mata uang tersebut diterbitkan pada January 1999 1999, US dollar masih mendominasi pasar valuta asing. Sebagai contoh misalnya dalam perdagangan antara Euro dan mata uang non Eropa (XXX), biasanya selalu melibatkan dua jenis perdagangan yaitu EUR/USD dan USD/XXX, pengecualiannya hanya pada perdagangan EUR/JPY yang merupakan pasangan mata uang yang secara tetap diperdagangkan di pasar spot antar bank.
[sunting] Proses transaksi
Di bursa valas (valuta asing) ini orang dapat membeli ataupun menjual mata uang yang diperdagangkan. Secara obyektif adalah untuk mendapatkan profit atau keuntungan dari posisi transaksi yang anda lakukan. Di Bursa valas dikenal istilah Lot dan Pip. 1 Lot nilainya adalah $1000 dan 1 pip nilainya adalah $10. Sedangkan nilai dolar di bursa valas berbeda dengan nilai dolar yang kita kenal di bank-bank. Nilai dolar di bursa valas sangat bervariasi, 6000/8000 dan 10.000 rupiah.
[sunting] Transaksi dua arah
Transaksi di valuta asing dapat dilakukan dengan cara dua arah dalam mengambil keuntungannya. Seseorang dapat membeli dahulu (open buy), lalu ditutup dengan menjual (sell) ataupun sebaliknya, melakukan penjualan dahulu, lalu ditutup dengan membeli.
[sunting] Pemain pasar valuta asing
Sumber: Survei oleh Euromoney FX [6]

10 Pedagang Valuta Terbesar
% dari volume keseluruhan, Mei 2006
Peringkat    Nama     % dari volume
1    Deutsche Bank
19.26
2    UBS AG
11.86
3    Citigroup
10.39
4    Barclays Capital
6.61
5    Royal Bank of Scotland
6.43
6    Goldman Sachs
5.25
7    HSBC
5.04
8    Bank of America
3.97
9    JPMorgan Chase
3.89
10    Merrill Lynch
3.68
Tidak seperti halnya pada bursa saham dimana para anggota bursa memiliki akses yang sama terhadap harga saham, pasar valuta asing terbagi atas beberapa tingkatan akses.
Pada akses tingkat tertinggi adalah pasar uang antar bank (PUAB) yang terdiri dari perusahaan-perusahaan bank investasi besar.Pada PUAB, selisih antara harga penawaran/harga jual (ask) dan harga permintaan/harga beli (bid) adalah sangat tipis sekali bahkan biasanya tidak ada , dan harga ini hanya berlaku untuk kalangan mereka sendiri yang tidak diketahui oleh pemain valuta asing diluar kelompok mereka.
Pada akses tingkat dibawahnya, rentang selisih antara harga jual dan harga beli menjadi besar tergantung dari volume transaksi.
Apabila seorang trader[7] dapat menjamin terlaksananya transaksi valuta asing dalam jumlah besar maka mereka dapat meminta agar selisih nilai jual dan beli diperkecil yang disebut better spread ( selisih tipis antara harga jual dan beli).
Level akses terhadap pasar valuta asing adalah sangat ditentukan oleh ukuran transaksi valuta yang dilakukan.
Bank-bank peringkat atas menguasai "pasar uang antar bank (PUAB)" hingga 53% dari seluruh nilai transaksi. Dan setelah bank-bank peringkat atas tersebut maka peringkat selanjutnya adalah bank-bank investasi kecil lalu perusahaan-perusahaan multi nasional besar ( yang membutuhkan lindung nilai atas risiko transaksi serta membayar para pegawainya diberbagai negara), hedge fund besar [8], dan juga para pedagang eceran yang menjadi penentu pasar valuta asing.
Menurut Galati dan Melvin [9] , dana pensiun, perusahaan asuransi, reksadana dan investor institusi adalah merupakan pemain yang memiliki peran besar dalam pasar keuangan secara umum dan khususnya pasar valuta asing sejak dekade 2000an.
[sunting] Bank
Pasar uang antar bank (PUAB) memenuhi kebutuhan mayoritas dari perputaran uang di dunia usaha serta kebutuhan dari transaksi para spekulan setiap harinya yang dapat mencapai nilai triliunan dollar. Beberapa transaksi dilaksanakan untuk dan atas nama nasabahnya, tetapi sebagian besar adalah untuk kepentingan pemilik bank ataupun untuk kepentingan bank itu sendiri.
Hingga saat ini, pialang valuta asing adalah merupakan pelaku perputaran valuta dalam jumlah yang besar, memfasilitasi perdagangan PUAB dan mempertemukan penjual dan pembeli untuk "upah"(fee) yang kecil. Namun saat ini banyak bisnis valuta asing ini yang beralih kepada suatu sistem elektronis yang lebih efisien seperti misalnya EBS (sekarang dimiliki oleh ICAP), Reuters Dealing 3000 Matching (D2), the Chicago Mercantile Exchange, Bloomberg dan TradeBook(R)
[sunting] Dunia usaha
Salah satu pemeran pasar valuta asing ini adalah adanya kebutuhan dari aktivitas perusahaan dalam melakukan pembayaran harga barang ataupun jasa dalam mata valuta asing. Kebutuhan mata valuta asing dari suatu perusahaan seringkali hanya kecil nilainya dibandingkan dengan kebutuhan dari bank dan spekulan dan perdagangan valuta asing yang dilakukannya seringkali hanya membawa dampak yang kecil sekali bagi nilai pasaran kurs mata uang. Meskipun demikian arus perdagangan valuta asing dari perusahaan-perusahaan ini dalam jangka panjangnya merupakan faktor yang penting bagi arah nilai tukar suatu mata uang. Transaksi beberapa perusahaan multinasional dapat membawa akibat yang tidak terduga sewaktu mereka menutup posisi (posisi jual ataupun beli) yang amat besar sekali dimana transaksi ini tidak diketahui secara luas oleh para pemain pasar.
[sunting] Bank sentral
Bank sentral suatu negara memegang peran yang amat penting dalam pasar valuta asing. Bank sentral ini senantiasa berupaya untuk mengendalikan suplai uang, inflasi, dan ataupun suku bunga bahkan seringkali mereka memiliki suatu target baik resmi maupun tidak resmi terhadap nilai tukar mata uang negaranya. Seringkali bank sentral ini menggunakan cadangan devisanya untuk menstabilkan pasar.
Dengan ekspektasi pasar ataupun isu tentang intervensi yang dilakukan oleh bank sentral belaka telah cukup untuk menstabilkan kurs mata uang setempat, tetapi intervensi yang agresif dilakukan beberapa kali dalam setiap tahunnya pada suatu negara yang kurs mata uangnya bergejolak.
Berbagai sumber dana yang ada di pasaran valuta asing apabila disatukan dapat dengan mudah "mempermainkan" bank sentral (menarik atau menjual mata uang dalam jumlah yang sangat besar sekali sehingga bank sentral tidak mampu lagi melakukan intervensi) dimana skenario ini nampak pada tahun 1992-1993 dimana mekanisme nilai tukar Eropa ( European Exchange Rate Mechanism - ERM[10])mengalami kejatuhan serta beberapa kali jatuhnya nilai tukar mata uang di Asia Tenggara.
[sunting] Perusahaan manajemen investasi
Perusahaan manajemen investasi (yang mana biasanya adalah merupakan pengelola banyak sekali akun atas nama nasabahnya seperti misalnya dana pensiun dan dana sumbangan yayasan) yang bertransaksi di pasar valuta asing untuk kebutuhan mata uang asing guna melakukan transaksi pembelian saham di luar negeri. Transaksi valuta asing bagi mereka adalah bukan merupakan tujuan investasi utamanya sehingga transaksi yang dilakukannya bukan dengan tujuan spekulasi ataupun dengan tujuan memperoleh keuntungan sebesar-besarnya.
[sunting] Hedge funds
Hedge funds [11] [12] ( sebuah perusahaan investasi yang menjalankan kegiatan usaha transaksi spekulatif untuk mendapatkan keuntungan ) seperti misalnya George Soros[13] yang reputasinya naik disebabkan oleh kegiatan spekulasi mata uang yang dilakukannya secara agresif sejak tahun 1990. Ia mengelola dana triliunan US dollar dan masih bisa meminjam lagi triliunan US dollar dan oleh karenanya mampu membuat intervensi yang dilakukan oleh bank sentral suatu negara untuk menjaga nilai tukar mata uangnya menjadi tidak berdaya apabila fundamental ekonomi tergantung pada "belas kasihan" hedge funds.
[sunting] Pialang valuta asing
Pialang valuta asing adalah adalah perusahaan yang didirikan khusus untuk melakukan kegiatan jasa perantara bagi kepentingan nasabahnya di bidang pasar uang dengan memperoleh imbalan atas jasanya.[14] Menurut CNN, sebuah pialang valuta asing memiliki volume transaksi antara 25 hingga 50 triliun US dollar perharinya atau sekitar 2% dari keseluruhan nilai transaksi pasar valuta asing dan sebagaimana dilaporkan oleh situs Komisi Perdagangan Berjangka (Commodity Futures Trading Commission - CFTC) [15] bahwa investor pemula dengan mudah dapat menjadi sasaran penipuan dalam perdagangan valuta asing.
[sunting] Catatan kaki
1.    ^ Wall Street Journal Europe (5/5/06, halaman 20)
2.    ^ Foreign Exchange (October 2006), International Financial Services, London.
3.    ^ over-the-counter-OTC
4.    ^ en:Insider trading
5.    ^ en:Bank for International Settlements
6.    ^ FX Poll 2006: The Euromoney FX survey claims to be the pre-eminent poll of foreign exchange service providers. Halaman dibuka pada 19 Maret 2007
7.    ^ istilah yang digunakan bagi para pedagang pada bursa valuta asing
8.    ^ yaitu salah satu bentuk stuctured fund yaitu suatu Reksadana yang memiliki tujuan dan kebijakan investasi dengan struktur tertentu.
9.    ^ en:forex trading
10.    ^ en:European Exchange Rate Mechanism
11.    ^ en:hedge funds
12.    ^ Di Indonesia tidak ditemukan adanya padanan kata untuk istilah ini, dimana Badan Pengawas Pasar Modal, Bank Indonesia, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan menggunakan istilah hedge funds
13.    ^ en:George Soros
14.    ^ Peraturan Bank Indonesia nomor 5/5/PBI/2003
15.    ^ en:Commodity Futures Trading Commission
[sunting] Lihat pula
     Bursa berjangka
     Derivatif
     Bursa Berjangka Jakarta
Diperoleh dari "http://id.wikipedia.org/wiki/Bursa_valuta_asing"
Kategori: Bisnis | Bursa


Contoh Proposal budidaya lele

BAB I
GAMBARAN UMUM

A.    Riwayat Usaha
Masyarakat Pati kebanykan bekerja sebagai petani, pedagang dan budi daya ikan. Para masyarakat juga ada yang bekerja di pabrik kacang garuda. Meski demikian, mereka yang bekerja tidak di batasi dengan waktu atau di batasi dengan waktu mempunyai pekerjaan sambilan masing. Diantara pekerjaan sambilan mereka adalah beternak ayam, kambing, sapi dan onta. Masyarakat juga sekarang mengalami pergeseran yaitu juga mulai tertarik dengan budi daya ikan. Usaha ini mulai dilirik, karena pekerjaannya relatif mudah, santai tidak banyak makan waktu dan bisa untuk mengisi waktu luang sambil melihat ikan kolam .
Hal tersebut wajar saja, karena para penduduk Pati mayoritas mempunyai lahan yang sangat luas. Setelah mengamati ternyata usaha ini makin digemari warga. Usaha ini dinilai cukup menguntungkan, dapat membantu unutk mencukupi kebutuhan serta hampir melebihi keuntungan yang diperoleh dari hasil panen padi bagi petani. Melihat demikian masyarakat juga banyak yang berminat dalam usaha tersebut.
Berdasarkan hal diatas, dapat menangkap bahwa dengan berdirinya usaha budi daya ikan maka otomatis kebutuhan akan pakan ikan juga banyak. Disamping itu, hasil pengamatan kami ternyata produsen da penjual pakan ikan di pati juga sangat sedikit sekali. Mereka kebanyakan membeli pakan ikan dari luar kota atau pedagang dalam yang relatif sedikit dan tentunya dengan harga yang lumayan agak mahal.
Pati bagian barat(juana, trangkil, tlutup dan batangan) juga menjadi Target Market dari kami. Para masyarakat pati bagian barat tersebut memang mata pencahariannya adalah sebagai petani (budi daya) ikan. Masyarakat tersebut mempunyai banyak tambak. Dan daerah ini juga dekat laut serta sebagai Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Pati.
Itulah yang menjadi semangat kami unutuk membuat dan bergelut dalam bidang Usaha Pembuatan Pakan Ikan (UMPAN). Target awal kami adalah wilayah Pati dahulu. Sebenarnya jika kita dapat menstok (Dirrect Market) wilayah Pati saja sudah cukup lumayan apalagi jika dapat mengembangkan dan memperbesar Usaha Pembuatan Pakan Ikan ( UMPAN) sampai wilayah luar. Oleh karena itu, berhasar harapan kami pada anda untuk membantu menginvestkan modal demi keberlangsungan usaha ini.
B.    Visi Usaha
Menjadikan Usaha Pembuatan Pakan Ikan (UMPAN) sebagai target pakan ikan pertama
C.    Misi Usaha
•    Mewujudkan usaha yang kualifait
•    Sebagai Dirrect Market pakan ikan
•    Memperluas dan mengembangkan usaha
•    Menjaga kualitas produk
•    Mewujudkan usaha yang solid dan dicintai masyarakat
D.    Tujuan Usaha
•    Menguasai pati sebagai target market awal
•    Sebagai usaha yang berkesinambungan dan kontinuitas
•    Produk yang selalu diingat dan menyebar luas
E.    Jenis Produk
Dalam usaha ini, produk yang akan kami buat adalah Pakan Ikan. Produk Pakan ikan ini untak berbagai macam jenis ikan seperti Gurame, Lele, Bawal dll.






BAB II
ASPEK PEMASARAN


A.    Lingkungan Usaha
Alasan pemilihan usaha pembuatan pakan ikan ini adalah sebagai berikut:
a.    Usaha ini masih sedikit dan bahkan belum ada di Pati, para budi daya ikan di pati biasanya membeli Pakan Ikan dari Luar kota
b.    Jumlah masyarakat Budi Daya ikan di Pati sangat banyak
c.    Usaha Budi daya ikan akan berkembang semakin pesat, sehubungan sebagai usaha sampingan tetapi ternyata juga memberi banyak keuntungan.
d.    Besar kemungkinan akan terjadi pergeseran dari petani padi menjadi petani ikan.
B.    Kondisi Pasar
Dengan minimnya orang yang menjual Pakan Ikan di Pati maka harga di pasaran terjadi monopoli Harga dan relatif agak mahal. Oleh karena itu, kami melihat dan mengkumulasi ternyata biaya produksi sebenarnya adalah sangat murah maka kami akan membuat usaha ini.
C.    Rencana Pemasaran
Rencana pemasaran awal adalah daerah Pati. Dalam pemasaran kami akan tujukan pada :
a.    Petani (budi daya) ikan. Data yang kami peroleh mengenai daerah – daerah yang budi daya ikan sangat banyak yaitu sebagai berikut:
•    Pati selatan adalah:
1)    Kecamatan Sukolilo
2)    Kecamatan Kayen
3)    Kecamatan tambak romo
4)    Kecamatan gabus
•    Pati barat adalah:
1)    Kecamatan juana
2)    Kecamatan wedari jaksa
3)    Kecamatan trangkil
4)    Kecamatan batangan
5)    Dan kecamatan lain.
b.    Pengecer/retail/penjual pakan ikan
c.    Kolam perikanan pemerintah
d.    Masyarakat yang memelihara ikan baik dalam jumlah kecil maupun besar.



















BAB III.
ASPEK PRODUKSI


A.    lokasi Usaha
lokasi usaha bertempat di Sukolilo Pati
B.    Sarana Prasarana Produksi
Sarana dan prasarana yang dibutuhkan adalah :
1)    Mesin Pellet
2)    Mesin Open
C.    Bahan Baku
Dalam produksi bahan baku pembuatan pakan ikan meliputi :
1)    Roti kering
2)    Tepung ikan
3)    Dedak
4)    Tetes tebu
D.    Tenaga Kerja
Tenaga kerja yang dibutuhkan sebanyak empat orang yaitu:
1)    Dua orang bagian packing
2)    Dua orang bagian tenga mesin
E.    Biaya Proses Produksi
Biaya produksi dalam kg
1)    Bahan baku:
•    Roti kering    : 600,00
•    Tepung terigu    : 600,00
•    Dedak        : 400,00
•    Tetes tebu    : 400,00
 Jumlah        : 2000,00

2)    Tenaga kerja:
•    2 orang tenaga mesin    : 30.000,00 @ 30    = 1.800.000,00
•    2 0rang packing    : 20.000,00 @ 30    = 1.200.000,00
Jumlah                        = 3.000.000,00   
3)    Pemasaran 2 orang @ 40. 000,00 x 30        = 1.800.000,00
4)    Mesin
•    Mesin Pellet     : 10.000.000,00
•    Mesin open     :   3.000.000,00
Jumlah        : 13.000.000,00

    Total dari keseluruhan biaya produksi adalah 18.001.700,00

















BAB IV.
ASPEK KEUANGAN


A.    Biaya persiapan
Biaya persiapan meliputi biaya bahan baku, produksi, tenaga kerja, pemasaran dan administrasi seperti yang diterangkan diatas dan anggaran modal cadangan guna untuk keberlangsungan usaha.
B.    Biaya Investasi
Dalam investasi kami memberikan tawaran yang menarik bagi anda yaitu sebagai berikut:
Investasi     Share Profit/bagi hasil
100%    90:10
70%    70:30
30%    60:40

C.    Sumber Dan Penggunaan Dana
Sumber dana :
•    Investasi
•    Bank
•    pemerintah
D.    Proyeksi Keuntungan Yang Diperoleh
Proyeksi keuntungan akan diperoleh dengan membandingkan antara total biaya dengan penjualan. Dalam menentukan harga jual, kami melihat kondisi pasar yaitu harga yang kami tawarkan adalah dapat bersaing dengan selisih sebagai berikut:
Harga yang di pasar adalah sekitar Rp. 7000,00, oleh karena itu, kami mematok harga Rp. 6000,00
Harga jual = total biaya + laba
Total biaya = biaya tetap + biaya variabel
Biaya tetap :
•    Mesin                         : 13.000.000,00
•    Tenaga mesin                     :   1.800.000,00
•    Tenaga packing                  :   1.200.000,00
•    Pemasaran                     :   3.000.000,00
Jumlah                       : 18.000.000,00
•    Biaya produk / pack/kg             :      2.000,00
•    Biaya administrasi & pemasaran(transportasi):   2.000.000,00

BEP = =  = = 5.000/bungkus
BEP/hari =   = 166,6/167 bungkus
Harga jual = total biaya + laba
Laba          = harga jual – total biaya
     = 6.000 – 2.000
     = 4.000
Dengan laba 4.000 x 167 bgks/hari =    668.000,00
Dalam 1 bulan 668.000 x 30          = 20.040.000,00











BAB V
KESIMPULAN
A.    Kelayakan Usaha
Dalam hal dunia usaha tentunya yang sangat diharapkan adalah memperoleh keuntungan yang maksimal dan optimal. Beberapa hal yang dapat menjadi pertimbangan anda dalam menginvestasikan modal pada kami adalah sebagai berikut:
•    Pasar dari pakan ikan sangat potensial yaitu di penduduk yang bermata pencaharian petani (budi daya ) ikan.
•    Usaha ini akan semakin berkembang seiring dengan diminatinya usaha budi daya ikan
•    Keuntungan sangat memuaskan
•    Kembali modal (Break Event Point) sangat cepat.

B.    Resiko-Resiko
•    Pengelola usaha bertanggung jawab sepenuhnya atas usaha
•    Uang akan dikembalikan sesuai dengan kesepakatan apabila dalam melakukan usaha terjadi hal-hal yang tidak diperkirakan,
•    Resiko sangat minim.

Demikiaanlah proposal usaha yang kami buat, sungguh hal yang luar biasa dan kebanggaan bagi kami apabila anda mau bekerja sama untuk menginvestkan modal pada kami. Atas kerja samanya, kami ucapkan banyak terima kasih.








PROPOSAL
USAHA PEMBUATAN PAKAN IKAN
(UMPAN)
Disusun Guna Untuk Memenuhi Tugas Akhir Semester Lima
Dosen: Darmawan  Budi Suseno














Disusun oleh :
Nama: M. Syarif Hidayat
NIM: B103070025




AKADEMI KEUANGAN PERBANKAN WIDYA BUANA
SEMARANG
2009

EKONOMI KERAKYATAN

CAPRES/CAWAPRES DAN EKONOMI RAKYAT


Pendahuluan
Menyimak secara serius pernyataan-pernyataan para Capres/Cawapres di media elektronik tentang program-program ekonomi yang dijanjikan kepada rakyat untuk dilaksanakan, jika mereka terpilih, dengan segala maaf saya harus menyatakan sangat prihatin. Pada umumnya para Capres/Cawapres belum memahami benar apa itu ekonomi rakyat, dan karena belum jelas pemahaman mereka mengenai ekonomi rakyat, maka sulit diharapkan dapat dirumuskannya program-program kongkrit bagaimana mengembangkannya, dan yang sangat sering diucapkan bagaimana memberdayakannya.
Yang lebih sering kita dengar justru bukan konsep tentang ekonomi rakyat, tetapi ekonomi kerakyatan, yang menurut mereka harus diberdayakan juga. Maka mereka dengan bersemangat menyatakan akan menyusun dan melaksanakan program pemberdayaan ekonomi kerakyatan padahal ekonomi kerakyatan sebagaimana tercantum jelas dalam Propenas (UU No. 25/2000) adalah sistem ekonomi. Sistem ekonomi dapat dikembangkan dan yang jelas dilaksanakan, tidak diberdayakan, karena yang diberdayakan adalah orangnya, pelakunya, yaitu ekonomi rakyat.

Tentang Ekonomi Rakyat
Bung Hatta dalam Daulat Rakyat (1931) menulis artikel berjudul Ekonomi Rakyat dalam Bahaya, sedangkan Bung Karno 3 tahun sebelumnya (Agustus 1930) dalam pembelaan di Landraad Bandung menulis nasib ekonomi rakyat sebagai berikut:
Ekonomi Rakyat oleh sistem monopoli disempitkan, sama sekali didesak dan dipadamkan (Soekarno, Indonesia Menggugat, 1930: 31)
Jika kita mengacu pada Pancasila dasar negara atau pada ketentuan pasal 33 UUD 1945, maka memang ada kata kerakyatan tetapi harus tidak dijadikan sekedar kata sifat yang berarti merakyat. Kata kerakyatan sebagaimana bunyi sila ke-4 Pancasila harus ditulis lengkap yaitu kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang artinya tidak lain adalah demokrasi ala Indonesia. Jadi ekonomi kerakyatan adalah (sistem) ekonomi yang demokratis. Pengertian demokrasi ekonomi atau (sistem) ekonomi yang demokratis termuat lengkap dalam penjelasan pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi:
Produksi dikerjakan oleh semua untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan bukan kemakmuran orang-seorang. Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan itu ialah koperasi.
Perekonomian berdasar atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang! Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk produksi jatuh ke tangan orang-orang yang berkuasa dan rakyat yang banyak ditindasinya.
Hanya perusahaan yang tidak menguasai hajat hidup orang banyak boleh ada di tangan orang-seorang.
Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Memang sangat disayangkan bahwa penjelasan tentang demokrasi ekonomi ini sekarang sudah tidak ada lagi karena seluruh penjelasan UUD 1945 diputuskan MPR untuk dihilangkan dengan alasan naif, yang sulit kita terima, yaitu “di negara-negara lain tidak ada UUD atau konstitusi yang memakai penjelasan”.

Bagaimana memberdayakan ekonomi rakyat
Jika kini telah diyakini bahwa yang harus diberdayakan adalah ekonomi rakyat bukan ekonomi kerakyatan, maka pertanyaan lugas yang dapat diajukan adalah bagaimana (cara) memberdayakan ekonomi rakyat.
Jika ekonomi rakyat dewasa ini masih “tidak berdaya”, maka harus kita teliti secara mendalam mengapa tidak berdaya, atau faktor-faktor apa saja yang menyebabkan ketidakberdayaan pelaku-pelaku ekonomi rakyat itu. Untuk menjawab pertanyaan inilah kutipan pernyataan Bung Karno di atas sangat membantu, yaitu ekonomi rakyat menjadi kerdil, terdesak, dan padam, karena sengaja disempitkan, didesak, dan dipadamkan oleh pemerintah penjajah melalui sistem monopoli, dan (sistem) monopoli ini dipegang langsung oleh pemerintah, atau diciptakan pemerintah dan diberikan kepada segelintir perusahaan-perusahaan konglomerat. Dari keuntungan besar yang diperolehnya kemudian konglomerat memberikan “bagi hasil” kepada pemerintah atau lebih buruk lagi kepada “oknum-oknum pejabat pemerintah”. Inilah salah satu bentuk korupsi melalui koneksi dan nepotisme yang kemudian disebut dengan nama KKN.
Cara yang paling mudah memberdayakan ekonomi rakyat adalah menghapuskan sistem monopoli, yang pernah “disembunyikan” dengan nama sistem tata niaga. Misalnya tataniaga jeruk Kalbar atau tataniaga cengkeh Sulut. Padahal yang dimaksudkan jelas sistem monopoli yang pemegang monopolinya ditunjuk pemerintah yaitu BPPC untuk cengkeh dan Puskud untuk Jeruk Kalbar. Itulah yang pernah kami katakan bahwa “di Indonesia pernghapusan monopoli tidak memerlukan UU Anti Monopoli seperti di AS tetapi jauh lebih mudah dan lebih sederhana yaitu dengan menerbitkan sebuah SK (Surat Keputusan) dari Presiden atau Menteri Perindustrian dan Perdagangan untuk mencabut monopoli yang sebelumnya memang telah diberikan pemerintah”.
Cara lain yang juga sudah sering kami anjurkan adalah pemberdayaan melalui pemihakan pemerintah. Jika pemerintah bertekad memberdayakan petani padi atau petani tebu misalnya, pemerintah harus berpihak kepada petani. Berpihak kepada petani berarti pemerintah tidak lagi berpihak pada konglomerat seperti dalam kasus jeruk dan cengkeh, yang berarti petani jeruk dan petani cengkeh memperoleh “kebebasan” untuk menjual kepada siapa saja yang mampu memberikan harga terbaik.
Khusus dalam kasus petani padi, yang terpukul karena harga pasar gabah dibiarkan merosot di bawah harga dasar, keberpihakan pemerintah jelas harus berupa pembelian langsung gabah “dengan dana tak terbatas” sampai harga gabah terangkat naik melebihi harga dasar yang telah ditetapkan pemerintah.
Demikian pemberdayaan dan pemihakan pada ekonomi rakyat sangat mudah pelaksanaannya kalau kita terapkan langsung pada ekonomi rakyat, bukan pada ekonomi kerakyatan, yang terakhir ini berarti sistem atau aturan main, yang tidak dapat diberdayakan.
Dengan digantinya oleh pemerintah istilah ekonomi rakyat dengan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) yang sebenarnya sekedar menterjemahkan istilah asing SME (Small and Medium Enterprises), yang tidak mencakup 40 juta usaha mikro (93% dari seluruh unit usaha), maka segala pembahasan tentang upaya pemberdayaan ekonomi rakyat tidak akan mengena pada sasaran, dan akan menjadi slogan kosong.
Bahkan ada Capres/Cawapres yang secara sangat keliru menyamakan sektor ekonomi rakyat dengan sektor informal, yang hanya diartikan sebagai pelaku-pelaku ekonomi yang tidak berbadan hukum yang selalu “melanggar hukum” sehingga harus “ditindak”. Dan dengan definisi ini kemudian diajukan program pemberdayaan sektor “UKM” dengan secepatnya menjadikan atau “mentransformasi” sektor informal menjadi sektor formal. Jelas usulan program seperti ini tidak masuk akal dan menunjukkan ketidakpahaman Capres/Cawapres yang bersangkutan tentang ekonomi rakyat yang menyangkut hajat hidup 160 juta orang Indonesia yang sebenarnya sudah jauh lebih tua dibanding sektor formal, sektor informal sebaiknya justru yang disebut sektor formal.

Penutup
Tidak terlalu sulit bagi para Capres/Cawapres untuk mengkampanyekan program-program yang benar-benar dapat memberdayakan ekonomi rakyat asal pengertian ekonomi rakyat dipahami secara benar. Ekonomi rakyat adalah ekonominya wong cilik yang telah tergeser, terjepit, dan tersingkir, ketika pemerintah Orde Baru memprioritaskan kebijakan, strategi, dan program-programnya pada tujuan pertumbuhan ekonomi tinggi sekaligus dengan mengabaikan atau menunda pemerataannya. Kini dengan paradigma baru yang menomorsatukan pemerataan dan keadilan sesuai asas-asas ekonomi Pancasila, maka pemberdayaan ekonomi rakyat harus dijadikan kebijakan, strategi, dan program-program utama.
Kami anjurkan para Capres/Cawapres tidak memilih menggunakan istilah “UKM” yang salah kaprah, dan lebih baik mengunakan istilah ekonomi rakyat yang setiap orang yang “tidak terpelajar” pun mengerti persis artinya, yang merupakan istilah dan konsep yang sudah dipakai Bung Karno dan Bung Hatta sejak zaman pergerakan kemerdekaan.


________________________________________
Oleh: Prof. Dr. Mubyarto -- Guru Besar Fakultas Ekonomi UGM, Kepala Pusat Studi Ekonomi Pancasila (PUSTEP) UGM.
<!--[if !supportFootnotes]--> [1]<!--[endif]--> Makalah Seminar Publik Peningkatan Kualitas dan Partisipasi Politik Rakyat Dalam Pemilu, Yogyakarta, 1 Juli 2004.
Nasional-m] Ekonomi Kerakyatan dan Demokrasi Ekonomi
Ambon nasional-m@polarhome.com
Fri Aug 16 00:36:07 2002
•    Previous message: [Nasional-m] Mampukah Tommy seperti AM Fatwa?
•    Next message: [Nasional-m] Agama dan Hermeneutika Liberatif
•    Messages sorted by: [ date ] [ thread ] [ subject ] [ author ]
________________________________________
Media Indonesia, Jum'at, 16 Agustus 2002

Ekonomi Kerakyatan dan Demokrasi Ekonomi
 Dr M Dawam Rahardjo Pengamat ekonomi


SEMENTARA itu, Hatta sendiri berpikiran egaliter sekaligus demokratis.
Koperasi adalah sistem yang memberi jalan kepada pembangunan swadaya dari
bawah dengan partisipasi yang luas. Persoalannya bagi kita sekarang, apakah
pilihan itu tepat bagi dunia yang sedang berubah. Dalam kenyataannya, sistem
ekonomi Indonesia terdiri dari tiga sektor, yaitu swasta, negara, dan
koperasi. Tetapi, di antara ketiga sektor itu, koperasi ternyata merupakan
sektor yang paling tertinggal dan terlemah posisinya.
Pangsa koperasi dari segala aspeknya tidak lebih dari 10%. Hanya saja,
koperasi tidak bisa diabaikan peranannya dalam pencapaian swasembada pangan.
Tentu saja ada beberapa kisah sukses, tetapi terbatas. Kita masih bisa
menyebut keberadaan GKBI (Gabungan Koperasi Batik Indonesia), Bank Bukopin,
Koperasi 'Jasa' Pekalongan, Koperasi Setia Bhakti Wanita Surabaya, Koperasi
'Jembatan Kesejahteraan' Jakarta, Badan Koordinasi Koperasi Kredit (BK3)
Indonesia (semacam credit union), beberapa ribu KUD (koperasi unit desa),
dan Koperasi BMT (bait al maal wa al tamwil), lembaga kredit mikro yang
paling sukses.

Tapi, pangsa peranannya dalam perekonomian Indonesia masih tetap marjinal
dan masih 'pelengkap penderita' terhadap perekonomian nasional. Itulah
sebabnya, sejumlah ekonom mengusulkan dihapuskannya 'asas kekeluargaan'
sebagai asas perekonomian nasional, dan digantikan dengan sistem 'pasar
berkeadilan' atau 'pasar sosial' walaupun intinya adalah kekeluargaan juga.
Hanya dua dari tujuh ekonom yang tetap ingin mempertahankan Pasal 33 UUD
1945.
Walau demikian, gerakan koperasi di Indonesia masih cukup kuat. Dalam
gerakan itu masih tersimpan secercah harapan yang diharapkan bisa tercapai
melalui beberapa perubahan strategi. Pertama, koperasi sekarang harus lebih
bersandar pada pasar dengan meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan
inovasi. Kuncinya adalah profesionalisasi koperasi dengan memanfaatkan SDM y
ang berkualitas guna membentuk manajemen modern.
Kedua, berkaitan dengan yang pertama, koperasi tidak boleh lagi bergantung
dari bantuan dan intervensi pemerintah. Lagi pula kini sumber daya
pemerintah makin terbatas, terutama sejak dihapuskannya BLBI yang
menyediakan dana murah. Koperasi harus mengandalkan kemampuan menghimpun
dana sendiri dari masyarakat, terutama anggotanya. Kemampuan ini sebenarnya
sudah ditunjukkan, misalnya oleh koperasi BMT. Koperasi harus bisa
mengembangkan lembaga keuangan mikro, misalnya lewat koperasi simpan pinjam
(KSP) dan koperasi syariah (BMT). Di samping Bukopin yang sebenarnya
merupakan perseroan terbatas (sebagian) milik koperasi, perlu dibentuk
sebuah bank koperasi semacam Bank Raifaissen di Jerman.
Ketiga, koperasi harus mengikuti arus globalisasi, misalnya bermitra dengan
koperasi luar negeri atau memasarkan produk anggota-anggotanya ke pasar
global. Di samping itu koperasi telah merintis pusat perkulakan, yaitu Goro.
Usaha ini perlu dilanjutkan dengan membentuk supermarket dan hypermarket,
kalau perlu bekerja sama dengan grup-grup usaha internasional. Jika badan
usaha swasta bisa melakukannya, mengapa koperasi tidak?
***
Dengan melihat perspektif tersebut, maka pemikiran Bung Hatta sebanarnya
masih cukup relevan walaupun perlu mengalami reaktualisasi. Bahkan, kita
bisa mengatakan koperasi adalah sebuah lembaga ekonomi pascakapitalis.
Dewasa ini, sistem kapitalisme mulai ditaklukkan oleh ide 'etika bisnis' dan
'tanggung jawab sosial perusahaan', yang intinya bahwa bisnis itu tidak
semata-mata mengejar keuntungan untuk pemilik modal (share holder).
Melainkan, merupakan lembaga yang merealisasi kepentingan berbagai pihak
(stake holder). Wadah yang paling tepat untuk mewujudkan bisnis yang
beretika itu adalah koperasi. 'Kekeluargaan' adalah istilah yang mewadahi
muatan nilai-nilai seperti kerja sama, kebersamaan, keadilan, dan
partisipasi. Itulah sebenarnya makna demokrasi ekonomi yang dipopulerkan
oleh Bung Hatta.
Namun, dalam perkembangannya telah timbul kemiskinan yang makin tampak
secara sangat mengkhawatirkan pada akhir abad ke-19. Sehingga, menimbulkan
keprihatinan yang mendalam di kalangan liberal di negeri Belanda dan Hindia
Belanda sendiri berdasarkan laporan di parlemen Belanda. Di lain pihak
pemodal Belanda juga merasa tersaing dengan usaha perkebunan golongan Cina
yang maju pesat, sementara perkembangan ekonomi kaum pribumi tertinggal.
Dari situlah lahir politik etis pada 1904 dan sikap simpati kepada ekonomi
rakyat atau ekonomi pribumi.
Sikap simpatik itu antara lain ditunjukkan dengan sambutan terhadap
timbulnya gerakan Sarekat Dagang Islam (SDI) pada 1908. Sebelumnya, pejabat
kolonial Belanda juga telah menunjukkan simpatinya dan membantu timbulnya
bank swadaya yang dipelopori oleh Patih Purwokerto, Tirtoadisuryo.
Perhatian yang lebih komprehensif dari pemerintah kolonial Hindia Belanda
timbul setelah Boeke ditempatkan di kantor perekonomian. Ia mempelajari UU
koperasi yang sesuai untuk masyarakat dan budaya Indonesia. Ia sendiri,
berdasarkan teori dualisme sosial-ekonomi antara sistem kapitalis dan sistem
tradisional, berpendapat bahwa lembaga yang cocok untuk diterapkan pada
perekonomian tradisional adalah koperasi. Dari sinilah agaknya asal usul
gagasan dalam Penjelasan Pasal 33 UUD 1945 yang ditulis oleh Bung Hatta,
bahwa 'badan usaha bersama yang sesuai dengan asas kekeluargaan adalah
koperasi'.
Dalam persepsi Bung Hatta sendiri, koperasi adalah sebuah lembaga
perekonomian modern yang berkembang di Eropa Barat. Pada 1926, Bung Hatta,
ketika masih mahasiswa dan aktif dalam Perhimpunan Indonesia di Belanda,
pernah diutus bersama dengan rekan seperguruan tingginya di Universitas
Amsterdam, yang kemudian dikenal sebagai Dr Samsi, mengunjungi negara-negara
Skandinavia, dan sangat terkesan dengan perkembangan koperasi Denmark. Ia
melihat koperasi sebagai jalan tengah antara sistem kapitalisme dan
sosialisme walaupun koperasi Skandinavia dan Eropa Barat umumnya bekerja
dalam sistem pasar. Tujuan koperasi bukan untuk menghapuskan pasar,
melainkan untuk bisa mengendalikannya agar bisa memberikan manfaat bagi
orang kecil, seperti buruh, tani, pedagang, dan pengusaha kecil.
Asas kekeluargaan menurut keterangan Hatta, berasal dari Taman Siswa yang
menunjukkan hubungan guru-murid dan bukannya majikan-buruh dalam sistam
kapitalis. Asas kekeluargaan itu dalam kehidupan masyarakat terwujud dalam
lembaga 'gotong-royong'. Dalam gotong-royong itu, nilai kolektif dan
solidaritas sangat tebal. Tapi, Bung Hatta ingin mentransformasikan lembaga
dan nilai tradisional ke dalam lembaga ekonomi modern yang bernama koperasi.
Dalam koperasi tersebut, di samping asas kolektivisme dan solidaritas,
terdapat pula nilai individualitas yang lebih rasional. Mengacu kepada teori
sosiologi modern, lembaga gotong-royong bekerja beradasarkan nilai
solidaritas organik, sedangkan dalam koperasi berlaku nilai solidaritas
fungsional.***


Tentang Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM

Pendahuluan

Pembentukan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM dipicu oleh keprihatinan terhadap perkembangan ilmu dan sistem ekonomi di Indonesia. Dalam beberapa dekade belakangan ini, perkembangan ilmu dan sistem ekonomi di Indonesia, tidak hanya semakin jauh dari cita-cita proklamasi tetapi juga semakin meminggirkan rakyat dalam proses penyelenggaraan ekonomi.
Secara resmi, Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan UGM yang lahir dengan nama Pusat Studi Ekonomi Pancasila, dibentuk pada tanggal 17 Oktober 2002 berdasarkan Keputusan Rektor Universitas Gadjah Mada No. 177/P/SK/HKTL/2002, dengan Kepala Prof. Dr. Mubyarto (Alm) . Perubahan nama menjadi Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan terjadi pada tanggal 3 April 2006 yaitu dengan terbitnya SK Rektor Universitas Gadjah Mada No. 176/P/SK/HT/2006.
Alasan perubahan nama ini antara lain adalah: pertama, untuk menyesuaikan dengan amanat Pasal 33 UUD 1945 untuk menyelenggarakan perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi atau ekonomi kerakyatan. Kedua, amanat Tap MPR No. II/MPR/1999 tentang Garis-garis Besar Haluan Negara Tahun 1999 – 2004. Ketiga, amanat Tap MPR No. II/MPR/2002 tentang Rekomendasi Kebijakan Untuk Mempercepat Pemulihan Ekonomi Nasional. Keempat, untuk meningkatkan peran Pusat Studi dalam mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan. Kelima, untuk memperluas peluang Pusat Studi dalam mengembangkan diri.
Tujuan pendirian PUSAT STUDI EKONOMI KERAKYATAN-UGM adalah untuk melaksanakan kajian-kajian serius dalam bidang teori dan praksis ekonomi Indonesia, baik yang bersifat induktif-empirik maupun deduktif-logis. Kajian-kajian melalui pendekatan multi-disipliner tersebut dijalankan dengan mengacu langsung pada dasar filsafat dan ideologi nasional. Rumusan tentang cita-cita bangsa Indonesia tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yaitu “melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.
Mekanisme operasional untuk mewujudkan cita-cita tersebut terumuskan dalam pasal 33 ayat 1, 2, dan 3, UUD 1945. Pasal-pasal ini sesungguhnya merupakan upaya perjuangan untuk memperbaiki kondisi ekonomi rakyat dan untuk mengoreksi struktur ekonomi Indonesia dari ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional.
Kegiatan utama PUSAT STUDI EKONOMI KERAKYATAN-UGM adalah melakukan penelitian yang berkaitan dengan pengembangan sistem ekonomi kerakyatan di berbagai tempat di Indonesia. Hasil-hasil penelitian tersebut sebagian besar diterbitkan dalam bentuk buku dan artikel ilmiah. Selama periode 2002 – 2005, tidak kurang dari 32 judul buku dan makalah yang diterbitkan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan. Kegiatan penting lainnya adalah pelatihan, lokakarya, dan seminar bulanan.
Permasalahan
Permasalahan yang digarap oleh PUSAT STUDI EKONOMI KERAKYATAN-UGM tidak dapat dipisahkan dari semakin dominannya pengaruh globalisasi dalam penyelenggaraan ekonomi Indonesia. Saat ini globalisasi memang merupakan mantra yang selalu harus dilekatkan pada setiap gerak ekonomi, bahkan menjadi resep mujarab (prescription) bagi pemecahan berbagai masalah dunia. Ada keyakinan global bahwa  perdagangan dan pergerakan kapital dan informasi yang berlangsung secara bebas akan menghasilkan hal terbaik bagi kemajuan perekonomian dunia.
Dengan demikian, globalisasi dan liberalisasi dipandang sebagai cara terbaik dalam meningkatkan kesejahteraan umat manusia.  Itulah kini yang banyak diyakini orang dan secara sistematis disosialisasikan oleh IMF, Bank Dunia, dan organisasi perdagangan dunia (WTO). Globalisasi dalam pengertian inilah yang  disebut dengan globalisasi neoliberal. Neoliberalisme adalah satu gerakan yang ingin mengusung ideologi kapitalisme-liberalisme klasik yang mendambakan kebebasan penuh, yang pada akhirnya mempengaruhi pola pikir dan kebijakan ekonomi di negara-negara sedang berkembang.
Sementara itu, paradigma pendidikan ekonomi kita berkembang dalam kultur hegemoni ajaran-ajaran ekonomi Neoklasik yang sarat dengan kepentingan kaum fundamentalis pasar.  Paradigma pendidikan ekonomi seperti itu tidak hanya bias terhadap usaha-usaha besar di sektor modern tetapi juga abai terhadap ekonomi rakyat tempat sebagian besar rakyat Indonesia menggantungkan nasibnya. Secara sistematis sistem pendidikan ekonomi yang bercorak kapitalis-neoliberal tersebut dikukuhkan dalam desain kurikulum, metode pembelajaran, buku-buku ajar, dan kerangka berpikir staf pengajar ilmu ekonomi yang berorientasi neoliberal.
VISI
Berdasarkan ideologi nasional, amanat konstitusi, dan  tuntutan permasalahan yang ada, maka visi PUSAT STUDI EKONOMI KERAKYATAN-UGM dirumuskan sebagai berikut:
Menjadi pusat pemikiran, pengembangan, dan simpul utama jaringan gerakan ekonomi kerakyatan di Indonesia
Misi
Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai lembaga yang berfokus pada pengembangan pemikiran, penyebarluasan, dan simpul jaringan gerakan ekonomi kerakyatan, maka misi Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan-UGM dirumuskan sebagai berikut :
1.  Menyelenggarakan penelitian yang berbasis pada pengembangan sistem ekonomi kerakyatan
2.  Melakukan pelatihan yang berkaitan dengan hasil-hasil penelitian mengenai pengembangan sistem ekonomi kerakyatan
3.  Menyebarluaskan gagasan mengenai  tata kerja dan metode pengukuran perkembangan ekonomi kerakyatan melalui penerbitan publikasi dan dokumentasi.
4.  Mengembangkan forum ilmiah dan diskusi-diskusi kritis dalam perspektif  ekonomi kerakyatan
5.  Membangun jaringan gerakan untuk mewujudkan ekonomi kerakyatan

Tujuan
Berdasarkan visi dan misi yang telah dirumuskan diatas, dirumuskan tujuan yang ingin dicapai oleh Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan-UGM sebagai berikut:
1.  Berkembangnya kritik terhadap gagasan dan praksis ekonomi yang tidak demokratis
2.  Tumbuhnya kesadaran dan pemahaman bahwa ekonomi kerakyatan adalah kebutuhan bangsa Indonesi
3.  Terwujudnya kerjasama dalam mengembangkan sistem ekonomi kerakyatan dengan berbagai pihak seperti perguruan tinggi, lembaga swadaya masyarakat, pemerintah, dunia usaha, dan berbagai pihak lainnya.
4.   Tersedianya indikator perkembangan sistem ekonomi kerakyatan berdasarkan variabel-variabel yang terukur.
5.  Terselenggaranya sistem ekonomi kerakyatan sesuai pasal 33 UUD 1945 secara nasional.
Strategi
Dalam rangka melaksanakan visi, misi, dan tujuan tersebut, serta sesuai dengan kapasitas internal dan lingkungan kontekstual yang ada, maka Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan memposisikan diri sebagai kekuatan ”penyeimbang” terhadap pemikiran ekonomi arus utama. Hal itu diwujudkan dalam bentuk pengembangan wacana tandingan (counter hegemony) terhadap hegemoni wacana arus utama.

Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan berupaya agar dapat mempengaruhi pengambilan kebijakan ekonomi, pada tingkat nasional, sektoral, dan lokal. Hal itu dilakukan melalui pengembangan desain penelitian dan fokus-fokus diskusi yang menempatkan Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan di garda depan demokratisasi ekonomi Indonesia. Bahkan PUSAT STUDI EKONOMI KERAKYATAN-UGM akan masuk hingga ke wilayah praksis dengan mengefektifkan jaringan gerakan ekonomi kerakyatan yang ada.
Program
Untuk melaksanakan strategi tersebut maka ditetapkan lima program prioritas PUSAT STUDI EKONOMI KERAKYATAN-UGM sebagai berikut:
1.    penelitian,
2.    pelatihan,
3.    dokumentasi dan publikasi,
4.    pengembangan forum ilmiah, dan
5.    pengembangan jaringan
 Terpinggirnya Ekonomi Kerakyatan

Oleh: M. Alfan Alfian

Di masa pemerintahan Presiden Megawati saat ini, terbersit sebuah ironisme atas nasib
ekonomi kerakyatan. Sektor ekonomi kerakyatan yang menyerap banyak tenaga kerja, serta
terbukti mampu bertahan di masa krisis, ternyata tidak memperoleh dukungan kebijakan
pemerintah yang memadai. Padahal sektor ini tak bisa dibiarkan begitu saja di dalam
pasar bebas yang kompetitif.
Paradigma ekonomi kerakyatan tampaknya kurang diminati oleh pemerintahan Megawati. Hal
ini setidaknya terbaca dari empat hal. Pertama, dalam pidato kenegaraan 16 Agustus
2001, Presiden Megawati, mengungkapkan keraguannya atas konsep ekonomi kerakyatan atau
ekonomi rakyat. Menurutnya, ekonomi kerakyatan sesungguhnya belum jelas benar
pengertian lingkup, dan isi konsepnya. Bahkan, masih bersifat ”membingungkan”
masyarakat. Pernyataan presiden tersebut, sengaja atau tidak, merupakan semacam upaya
dekonstruksi (kalau bukan mementahkan kembali) sistem ekonomi kerakyatan.

Kedua, perimbangan APBN yang belum berpihak kepada ekonomi rakyat. Hal ini bisa dibaca
dari anggaran yang diberikan pada sektor koperasi dan usaha kecil menengah (UKM), yang
masih amat belum memadai. Urusan koperasi dan pengembangan UKM, hanya tertangani oleh
kementerian negara yang ruang geraknya amat terbatas. Belum ditambah lagi dengan
pembubaran Badan Pengembangan Sumberdaya Koperasi dan Pengusaha Kecil Menengah
(BPSKPKM) yang memiliki arti penting dalam mengoperasionalisasikan konsep ekonomi
kerakyatan.

Ketiga, pembaruan paket program kebijakan ekonomi dan keuangan antara pemerintah
Indonesia dengan Dana Moneter Internasional (IMF), tanggal 27 Agustus 2001, tampaknya
tidak satu pun dari butir kesepakatan yang ada, menyebutkan keinginan untuk memperkuat
basis ekonomi rakyat.
Keempat, kebijakan pemerintah pun belum pula menunjukkan keberpihakannya pada petani
yang merupakan rakyat kebanyakan. Misalnya, belakangan ini, pemerintah (Bulog)
memutuskan untuk melakukan impor 500.000 ton beras dari Vietnam (untuk dikapalkan
bulan Februari 2002). Pertanyaannya, mengapa pemerintah tidak mengoptimalkan pengadaan
stok beras langsung dari petani? Pemerintah terkesan menggampang saja, dengan
mengabaikan kepentingan jangka panjang ekonomi rakyat.

Kebijakan yang tidak berpihak pada semangat ekonomi kerakyatan ini, merupakan langkah
spekulatif dari pemerintahan Megawati. Tampaknya, pihak pemerintah amat optimis dengan
program pemulihan ekonomi makro yang dijalankan. Padahal, sisi pemulihan ekonomi makro
yang ada, tampak tidak mampu bergerak secara signifikan untuk meningkatkan prestasi
kerja sehingga berdampak baik bagi ekonomi nasional.

Nyaris, yang terjadi saat ini, tim ekonomi nasional, lebih banyak bergantung pada
faktor citra alias image Megawati yang tampak kalem dan tenang. Mengandalkan kharisma
Megawati saja tentu tidak cukup, bahkan cenderung stagnan, bila tak diimbangi dengan
kecanggihan kebijakan yang menerobos, dan menyentuh kepentingan dan peningkatan
kesejahteraan rakyat banyak.
Kebijakan ekonomi pemerintahan Megawati tampaknya cenderung mementingkan aspek makro,
dan sengaja atau tidak mengabaikan aspek mikro. Pendekatan yang dipakai oleh tim
ekonomi presiden Megawati, agaknya, tak jauh dengan apa yang dilakukan pemerintah Orde
Baru. Pemulihan ekonomi makro, di mana lebih melibatkan pelaku ekonomi menengah atas,
dipercaya bakal mampu memicu pula secara otomatis aspek mikro. Barangkali karena
itulah pendekatan ekonomi kerakyatan, untuk sementara diabaikan kalau tak mau
dikatakan dipinggirkan.

Tampaknya arus besar Meganomics, lebih memihak pada pengembangan ekonomi makro minus
ekonomi kerakyatan. Sektor ekonomi kerakyatan terkesan dibiarkan ”mandiri” dalam
mengatasi segala persoalannya, justru di tengah iklim kompetisi pasar bebas. Terdapat
keyakinan, bahwa bila sektor ekonomi makro pulih, maka sektor ekonomi kerakyatan,
otomatis ikut terangkat.

Harus Diutamakan
Pandangan demikian berbeda dengan pendapat kalangan yang menghendaki agar sektor
ekonomi rakyat juga diutamakan. Alasannya, pertama, ekonomi rakyat telah berjasa dalam
menahan krisis ekonomi secara signifikan. Ekonomi rakyat menampung banyak pengangguran
yang tergusur akibat krisis (menurut BPS tahun 2000 menyerap 88,66% tenaga kerja).
Bahkan ekonomi rakyat, terutama yang berorientasi ekspor dengan bahan baku dalam
negeri, menunjukkan eksistensinya yang kokoh di kala krisis.

Kedua, secara kualitatif pelaku sektor ekonomi kerakyatan, di mana di dalamnya
tertampung koperasi dan UKM, amat tinggi. Data BPS tahun 2000 menunjukkan bahwa jumlah
usaha kecil dan koperasi di Indonesia 99,6%, sisanya baru usaha besar dan konglomerat
(0,2%). Dari segi komposisi volume usaha sejumlah 99,85 persen di bawah Rp 1 miliar,
0,14% antara Rp 1 miliar hingga Rp 50.000 miliar, sisanya (0,01%) di atas Rp 50
miliar. Dari sini tampak bahwa sektor ekonomi kerakyatan bisa sekedar dianggap kecil.

Memang, kontribusi sektor ekonomi kerakyatan terhadap PDB hanya 39,8%, sementara
kelompok ekonomi besar dan konglomerat 60,2%. Pangsa pasarnya juga kalah, yakni hanya
20%, dan sumbangannya terhadap pertumbuhan ekonomi hanya 16,4%. Namun demikian, sektor
ekonomi kerakyatan tak bisa dianggap sepele. Tanpa dukungan pemerintah, serta
membiarkanya bersaing di pasar bebas, tampaknya bukan memecahkan masalah, mengingat
banyak kendala yang dihadapi oleh sektor ini.

Sejak Presiden Megawati memunculkan keraguan atas konsep dan sistem ekonomi
kerakyatan, berbagai respon publik (terutama kalangan akademisi) lantas bermunculan.
Walaupun, nyaris tak ada perbedaan yang terlampau lebar menyangkut definisi ekonomi
rakyat atau ekonomi kerakyatan, namun gagasan ini masih dianggap kontroversial,
terutama di tingkat operasionalisasi.
Gagasan ini, kerap dicurigai sebagai sarana bagi kelompok tertentu untuk melancarkan
agenda-agenda politik mereka. Selain itu, gagasan yang sesungguhnya telah berkembang
sejak lama itu, dianggap tidak konkret dan tidak memiliki peran berarti dalam konteks
ekonomi nasional. Bahkan, gagasan ini dianggap usang dan ”membingungkan”. Tentu saja
”tuduhan-tuduhan” semacam itu amat menyakitkan.

Gagasan ekonomi kerakyatan, sesungguhnya bukanlah hal yang asing. Istilah dan konsep
ekonomi kerakyatan telah tercantum dalam TAP MPR XVI/1998, TAP MPR IV/1999, dan UU
No-25/2000 tentang Propenas. Bahwa dalam ketetapan-ketetapan dan UU di atas tak
disebutkan secara eksplisit tentang ekonomi kerakyatan dan ekonomi rakyat, adalah
karena konsep ini dianggap ”diketahui dengan sendirinya” (Mubyarto, 2001).

Bila ditelusuri lebih jauh semangat filosofis ekonomi kerakyatan, tampak jelas dan
tegas terbetik dan pemikiran ekonomi Hatta konseptor dan penggagas pasal 33 UUD 1945.
Berawal dari keprihatinanya yang mendalam atas praktek imperialisme dan kolonialisme,
Bung Hatta berupaya keras berpikir bagaimana ekonomi rakyat bisa bangkit.

Pikiran ekonomi kerakyatan Hatta lantas, mengerucut lewat gerakan koperasi. Koperasi,
dinilai merupakan pilihan yang paling cocok untuk diterapkan dalam membangkitkan
ekonomi rakyat dan kebetulan juga di dalamnya terkandung prinsip gotong royong.

Pada zaman pemerintahan apa pun, dari Soekarno hingga Megawati Soekarnoputri, wacana
ekonomi kerakyatan tidak pernah mati walaupun terkesan tak pernah memperoleh posisi
yang layak. Sayangnya, ia tampak selalu tenggelam dengan paradigma pembangunan ekonomi
makro, yang amat menekankan tradisi neo-liberal.

Pendekatan neo-liberal memang mampu menenggelamkan sistem ekonomi kerakyatan. Ekonomi
kerakyatan pun dipandang sebagai ”proyek politik” yang ”ditakdirkan selalu gagal”.
Memang, implementasi praktis sistem ekonomi kerakyatan tidak bersifat baku. Dan oleh
sebab itu, di lapangan, ia menjadi begitu fleksibel.

Yang menjadi ciri utama, justru terletak pada semangatnya yakni orientasinya yang
berpihak pada peningkatan kesejahteraan rakyat. Istilah ekonomi rakyat atau ekonomi
kerakyatan pun semakin populer dan, dimasukkan ke dalam GBHN. Maka, sesungguhnya tak
ada alasan untuk meninggalkan ekonomi kerakyatan, hanya karena dianggap petunjuk
implementasinya ”tidak jelas”.

Langkah Mundur
Menyimak lemahnya keberpihakan pemerintah pada ekonomi kerakyatan, agaknya lebih
merupakan langkah mundur kalau tidak boleh dibilang bisa berakibat fatal. Pendekatan
pemulihan ekonomi makro, kerap mengabaikan dimensi keadilan misalnya dengan
mengorbankan ekonomi rakyat. Maka, dengan dipinggirkanya ekonomi kerakyatan, lewat
dicabutnya kewenangan aparat pemerintah untuk menangani hal yang bersentuhan langsung
dengan ekonomi rakyat, tampaknya bukan hal yang tepat.

Di tengah kompetisi global yang kerap bertindak ”kejam”, ekonomi kerakyatan, wajib
perlu dilindungi oleh negara, bukan malah ditelantarkan. Artinya wilayah yang satu ini
(ekonomi rakyat), tak bisa dibiarkan sendirian, dan tertatih-tatih begitu rupa
menghadapi kompetisi global. Tidak hanya diperlukan perlindungan dan subsidi yang
proporsional, tapi yang lebih penting adalah adanya political will dari pemerintah
untuk menghormati dan sungguh-sungguh menegakkan sistem ekonomi kerakyatan.

Maka, merupakan langkah mundur, bila pemerintah mencabut political will-nya dalam
memajukan ekonomi kerakyatan. Hal ini tampaknya tidak akan menyelesaikan persoalan,
justru, dalam banyak hal merupakan bumerang bagi upaya pemerintah memulihkan kondisi
ekonomi nasional.

Bila pemerintah saja tak mendukung pengembangan sistem ekonomi kerakyatan, lantas,
rakyat dibiarkan begitu rupa, maka bagaimana jadinya kelak? Hampir bisa dipastikan,
perekonomian rakyat menengah ke bawah akan makin terpuruk dilindas roda kompetisi
global yang ”mengerikan”.

Bila ini dibiarkan, boleh jadi hanya akan memperbesar biaya sosial yang harus dipikul.
Adalah amat fatal bila kebijakan utama pemulihan ekonomi makro, harus menyingkirkan
kebijakan ekonomi kerakyatan. Akan lebih runyam kondisinya bila, ternyata kebijakan
pemulihan ekonomi makro gagal, sementara ekonomi kerakyatan telah terbengkelai akibat
diabaikan keberadaannya.

Penulis adalah peneliti Yayasan Katalis dan ACG Consulting Group Jakarta



---------------------------------------------------------------------

   




SUPERFISH

Superfish

Superfish merupakan Suplemen  pertumbuhan  ikan dan udang yang diolah dari berbagai macam bahan alami yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan ikan dan udang.

Superfish pelopor budi daya lele organic system padat tebar tinggi.

Superfish sangat baik digunakan untuk budi daya ikan dengan fungsi sebagai berikut:
1.    Meningkatkan pertumbuhan badan perhari
2.    Memacu enzim-enzim pencernaan
3.    Memberikan berbagai nutrisi yang sangat diperlukan ikan dan udang.
4.    Meningkatkan efesiensi dan efektifitas pakan (TDN)
5.    Mengandung hormone pertumbuhan alami yang berguna untuk pertumbuhan ikan dan udang
6.    Meningkatkan nafsu makan
7.    Single protein (memproses kotoran ikan menjadi pakan ikan alami).
8.    Menghilangkan bau karena sisa pakan dan kotoran ikan.
9.    Memperbaiki kualitas dan sanitasi air
10.    Mempercepat masa panen  menjadi 50 hari bibit ukuran 57
11.    Mampu meningkatkan produktifitas hasil panen dengna system padat, tebar, tinggi per meter 1.000 ekor (ikan lele)

Harga : Rp. 40.000
Berat bersih : 1 liter
Pesan : min 5 botol
System pembayaran : tunai / transfer

Pasar yang telah ditempuh:
Purwokerto, Tegal, Pekalongan, cianjur, sukabumi, Pati, Purwodadi, Demak, Kudus dan Semarang.

Ditributor :
Bagi anda yang berminat menjadi distributor, kami berikan tawaran menarik:
-    Harga khusus Superfish Rp. 30.000/btl
-    Pembelian minimal 100 botol superfish

Alamat:
Jl. Sunan Prawoto Km 10. Prawoto Sukolilo Pati Jawa Tengah
Contact person: 085 225 288 511 (M. Syarif Hidayat)
          085330251434 (Ali Ahmadi)

Aturan Pakai:
    Pakan kering
Tuangkan 1 tutup botol ke dalam 1 gelas air lalu campurkan pada 1 kg pakan, biarkan 5 menit kemudian tebarkan ke dalam kolam.
    Pakan basah:
Tuangkan 1 tutup botol ke dalam 1 gelas air lalu campurkan pada 1 kg pakan, biarkan 5 menit kemudian tebarkan ke dalam kolam.
    Untuk menghilangkan bau:
Tungkan 100 ml (setengah gelas) Super fish ke dalam air kolam, ulangi setiap 10 hari.






Komposisi:
-    Probiotik    : lactobacilius, acetobacter dan yeast.
-    Prebiotik    : Frucose, Glukose dan Lactasero.
-    Proamino    : Whey Protein, Asam Amino Esensial dan Non esensial.
-    Proaktif    : Piper retrofactum, Kurkuma,  Xonthoriza, Bee Pollen
-    Multivitamin    : Vit A, B complex, C, D dan K.
-    Mineral    : Cobalt, Copper, Iron, Iodine, Manganase, Zinc, dan Calsium.

Pelatihan budi daya ikan.
1.    Paket pembenihan (250.000)
Fasilitas :
-    Makan  siang
-    Sertifikat
-    Materi
-    Praktek Langsung
-    1 botol superfish
-    Waktu 1 hari
-    Peserta min 25 orang

2.    Paket pembesaran (250.000)
Fasilitas :
-    Makan  siang
-    Sertifikat
-    Materi
-    Praktek Langsung
-    1 botol superfish
-    Waktu 1 hari
-    Peserta min 25 orang

3.    Paket pembenihan dan pembasaran (450.000)
Fasilitas :
-    Materi
-    Nara sumber/pemateri berpengalaman.
-    Instruktur Profesional
-    Makan 
-    Sertifikat
-    Praktek Langsung
-    1 botol superfish
-    Waktu 2 hari
-    Peserta min 25 orang

Guarantee/jaminan :
-    Hasil panen siap ditampung / disalurkan jika belum bisa memasarkan.
-    Free Konsultasi siap setiap hari
-    Konsultan bisa didatangkan.

Waktu:
 Gelombang I : Februari-April
 Gelombang II : Ju

PELUANG USAHA


Assalamu’alaikum Wr. Wb
Semoga kesuksesan menyertai anda.

Kami dari PT KIMM GROUP yang beralamat di Pati Jawa Tengah ingin menawarkan produk kami yaitu sebagai berikut:

A.    Superfish merupakan Suplemen  pertumbuhan  ikan dan udang yang diolah dari berbagai macam bahan alami yang sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan kesehatan ikan dan udang.
Superfish pelopor budi daya lele organic system padat tebar tinggi.

Superfish sangat baik digunakan untuk budi daya ikan dengan fungsi sebagai berikut:
1.    Meningkatkan pertumbuhan badan perhari
2.    Memacu enzim-enzim pencernaan
3.    Memberikan berbagai nutrisi yang sangat diperlukan ikan dan udang.
4.    Meningkatkan efesiensi dan efektifitas pakan (TDN)
5.    Mengandung hormone pertumbuhan alami yang berguna untuk pertumbuhan ikan dan udang
6.    Meningkatkan nafsu makan
7.    Single protein (memproses kotoran ikan menjadi pakan ikan alami).
8.    Menghilangkan bau karena sisa pakan dan kotoran ikan.
9.    Memperbaiki kualitas dan sanitasi air
10.    Mempercepat masa panen  menjadi 50 hari bibit ukuran 57
11.    Mampu meningkatkan produktifitas hasil panen dengna system padat, tebar, tinggi per meter 1.000 ekor (ikan lele)

Harga : Rp. 40.000
Berat bersih : 1 liter
Pesan : min 5 botol
System pembayaran : tunai / transfer

Pasar yang telah ditempuh:
Purwokerto, Tegal, Pekalongan, cianjur, sukabumi, Pati, Purwodadi, Demak, Kudus dan Semarang.

Ditributor :
Bagi anda yang berminat menjadi distributor, kami berikan tawaran menarik:
-    Harga khusus Superfish Rp. 35.000/btl
-    Pembelian minimal 100 botol superfish


Aturan Pakai:
    Pakan kering
Tuangkan 1 tutup botol ke dalam 1 gelas air lalu campurkan pada 1 kg pakan, biarkan 5 menit kemudian tebarkan ke dalam kolam.
    Pakan basah:
Tuangkan 1 tutup botol ke dalam 1 gelas air lalu campurkan pada 1 kg pakan, biarkan 5 menit kemudian tebarkan ke dalam kolam.
    Untuk menghilangkan bau:
Tungkan 100 ml (setengah gelas) Super fish ke dalam air kolam, ulangi setiap 10 hari.

Komposisi:
-    Probiotik    : lactobacilius, acetobacter dan yeast.
-    Prebiotik    : Frucose, Glukose dan Lactasero.
-    Proamino    : Whey Protein, Asam Amino Esensial dan Non esensial.
-    Proaktif    : Piper retrofactum, Kurkuma,  Xonthoriza, Bee Pollen
-    Multivitamin    : Vit A, B complex, C, D dan K.
-    Mineral    : Cobalt, Copper, Iron, Iodine, Manganase, Zinc, dan Calsium.

B.    Pelatihan Budidaya, pembenihan serta pembesaran ikan lele dan udang.

1.    Paket pembenihan (250.000)
Fasilitas :
-    Makan  siang
-    Sertifikat
-    Materi
-    Praktek Langsung
-    1 botol superfish
-    Waktu 1 hari
-    Peserta min 25 orang

2.    Paket pembesaran (250.000)
Fasilitas :
-    Makan  siang
-    Sertifikat
-    Materi
-    Praktek Langsung
-    1 botol superfish
-    Waktu 1 hari
-    Peserta min 25 orang



3.    Paket pembenihan dan pembasaran (450.000)
Fasilitas :
-    Materi
-    Nara sumber/pemateri berpengalaman.
-    Instruktur Profesional
-    Makan 
-    Sertifikat
-    Praktek Langsung
-    1 botol superfish
-    Waktu 2 hari
-    Peserta min 25 orang

Guarantee/jaminan :
-    Hasil panen siap ditampung / disalurkan jika belum bisa memasarkan.
-    Free Konsultasi  setiap hari
-    Konsultan bisa didatangkan.

Waktu:
 Gelombang I : Februari-April
 Gelombang II : Juni- Agustus

Alamat:
Jl. Sunan Prawoto Km 10. Prawoto Sukolilo Pati Jawa Tengah
Contact person: 085 225 288 511 (M. Syarif Hidayat)
          085330251434 (Ali Ahmadi)
Email    : superfish157@gmail.com
Blog    : www.superfish.blogspot.com

Demikian penawaran kami, atas kerjasamanya kami ucapkan banyak terima kasih.

Assalamu’alaikum Wr. Wb

Sukses bagi Anda.

Hormat kami



M. Syarif  Hidayat
Marketing